Judi Casino Terpercaya - Menikmati Memek Teman Wanita yang Kutelanjangi - Amelia, nama sahabatku itu, waktu itu bekerja sebagai asisten apoteker
di kota Cikampek. Ia memang lahir di situ, ayahnya mempunyai
penggilingan beras. Seperti lazimnya pengusaha di kota kecil, ayahnya
keturunan Cina. Ia sulung dari 6 bersaudara dan akhirnya aku juga akrab
dengan keluarganya akibat sering main ke sana kalau liburan.
Judi Casino Terbaik - Ia lebih tua 1 tahun dariku. Waktu itu aku sendiri punya pacar di
fakultas dan Lia beberapa mempunyai “teman dekat”, seperti
diceritakannya kepadaku lewat surat-suratnya.
Tiga tahun setelah
kami akrab, ia pindah ke Jakarta dan diserahi pekerjaan mengelola apotik
di daerah Jakarta Barat. Waktu itu aku sendiri sudah selesai kuliah dan
mulai mencari pekerjaan di ibukota. Hubunganku dengannya sudah cukup
akrab. Beberapa kali aku menginap di rumah kostnya. Ia kos bersama adik
laki-laki tertuanya, yang kuliah di salah satu fakultas kedokteran.
Waktu itu ia sedang pacaran dengan seorang bule, John, karyawan suatu
perusahaan Belgia. Aku, John, Lia dan Erik (adiknya), sering berjalan
bersama. Waktu itu aku sendiri juga bekerja di daerah Jakarta Barat dan
kos di dekat camer (calon mertua). Pacarku sendiri sedang kuliah di
Gajah Mada, Yogya.
Sampai akhirnya pacarnya si John meninggal
dunia, karena kecelakaan pesawat ketika sedang pulang ke Belgia. Ayah
Lia waktu itu sedang masuk RS dan aku setiap malam menunggui, bergantian
berdua dengan Erik atau dengan Lia, sampai juga meninggal setelah 10
hari dirawat. Kesedihan karena ditinggal si John dan ayahnya, membuat
Lia memintaku mendampinginya. Kalau selesai bekerja, kalau Erik sibuk
kuliah, Lia memintaku menjemput ke apotik. Kalau ia dinas malam, aku
biasa menungguinya sebelum ia selesai bekerja. Sering aku dan Erik
(kalau sudah pulang kuliah), menunggui berdua lalu pulang bertiga. Semua
teman kerja dan induk semang kosnya sudah mengenalku semua. Dan di
antara kami semuanya berjalan biasa saja. Amelia ini tinggi badannya
lumayan, ada 5 cm di atas tinggi badanku. Jadi orang pasti tidak mengira
kalau kami sedang pacaran. Lia tahu mengenai pacarku di Jogja.
Walaupun
demikian, kedekatan kami lama-lama membuat adanya “rasa lain”. Kami
biasa menonton berdua kalau Lia pulang sore. Dia juga biasa jalan
bergayut di lenganku, itupun kalau bertiga dengan Erik.
Sore itu, hari Sabtu, ia pulang jam 2 dari apotik. Erik sedang pulang ke
Cikampek dan ia kelihatannya sedang sedih (“Aku ingat John”, katanya),
maka tangannya tak mau lepas dari lenganku. Kesedihan itu dibawanya
masuk gedung, selama film ia menyandarkan kepalanya di bahuku. Spontan,
kalau ia terdengar mengeluh sedikit, aku mengelus-elus kepalanya.
Setelah
beberapa saat, tiba-tiba saja, aku sudah menciumi pipinya. Ia mengeluh
lirih dan merangkulku sambil mulutnya bergeser mencari bibirku. Kami
berpagutan bibir cukup lama, ia seakan sedang menumpahkan semua beban
pikirannya kepada pagutan bibir-bibir kami. Aku betul-betul terhanyut,
tetapi masih dapat “menjaga kesopanan” dengan hanya memegangi pipinya
saja. Di taksi pulang ia diam saja. Hanya pegangan di lenganku semakin
bertambah erat.
Sampai di kosnya, ia memintaku masuk kamarnya.
Tante kos sudah kenal baik denganku dan aku memang biasa masuk kamar
mereka. Hanya saja kali ini ia langsung memelukku dan mengulangi kembali
pagutan di bibirku. Aku sedikit bingung, sebelum kemudian memutuskan
untuk mengikuti keinginannya.
Kupeluk erat-erat ia yang sedang
duduk di pinggir tempat tidur. Aku duduk di sampingnya sambil memegangi
kedua pipinya. Otomatis, saking serunya ciuman kami, Lia akhirnya
terdorong ke belakang dan posisinya menjadi tertidur. Tiba-tiba saja
tanganku sudah pindah ke dadanya dan dari luar (ia masih memakai
bajunya) mengelus payudara sebelah kanannya. Lia melenguh dan tangan
kirinya menaikkan posisi kaos yang dipakainya.
Lalu aku sudah
menggenggam payudara kanannya tanpa halangan apa-apa. Wow…, tak begitu
besar, tetapi putihnya mulus. Aku mengelus payudaranya sambil
sekali-kali memijit bundaran di bawah ujung putingnya. Lia seakan
kesetanan, ia langsung melepas kaos yang dipakainya. Dadanya telanjang
dan…..
Aku tak dapat lagi menahan diri. Sejenak kuteliti wanita di
hadapanku ini. Lehernya putih, anak-anak rambut yang menggerai di
sekeliling lehernya membuat penisku mengejang. Bahunya yang pualam
menyangga mulutnya yang sedikit menganga dan mengeluarkan desis lirih
yang memburu. Matanya terpejam. Rok bawahnya masih terikat, tetapi
pantatnya sudah membuat gerak memutar-mutar sedikit.
Lalu
kutelusuri lehernya. Tanganku turun ke arah payudara kanannya. Ia
menempelkan badan erat-erat ke badanku. Kuputar telapakku di payudara
kanannya. Ia mengelinjang. Ketika tanganku pindah ke payudara sebelah
kiri, gelinjangannya bertambah dan tangannya langsung ke bawah badanku,
mencari sela-sela pahaku. Ketika aku mulai menjilati puting susunya,
tangannya menerobos ritsleting celanaku dan…, aku sedikit menggelinjang
ketika ia mulai menggenggam penisku.
Kedua tangannya berusaha
menurunkan celana dalamku, tetapi masih sulit karena celana panjangku
masih bertengger di sana. Sementara itu mulutku mulai mengulum puting
susunya bergantian. Dilepaskannya penisku dan, karena kegelian dan
merasa nikmat, ia merengkuh kepalaku, ditariknya ke arah puting susunya.
Lalu tiba-tiba didorongnya badanku, sambil nafasnya terburu,
dilepaskannya rok yang masih dipakainya. Lalu tanganku diraihnya,
dimasukkannya ke dalam CD-nya. Pelan-pelan kuelus bulu memeknya. Wah,
lebat betul. Dari sekian wanita yang pernah “kutelanjangi”, baru kali
itu aku melihat pubis (rambut memek) yang demikian lebat. Lebat,
panjang, ketat. Hitam bukan main.
Kuelus-elus bulu memeknya,
kugelitik-gelitik rambut-rambutnya mencari lubang memeknya. Tidak mudah
ketemu, tetapi sudah basah karena air nikmatnya sudah keluar. Lia
sendiri membantuku dengan menekan-nekan tanganku yang di permukaan
memeknya.
“Euuuhh…, eeuuuhh..”, gelinjangnya. Lalu, tak sabar, diturunkannya CD-nya yang sudah di pahanya. Telanjang bulatlah ia.
Gila,
putihnya! Pantatnya yang bulat, yang biasanya kupegangi (dari luar)
kalau ia lagi bergelayut di lenganku, betul-betul indah. Pinggulnya
apalagi. Penisku langsung berdiri menegang melihat itu semua dan
mengantisipasi “tugas lanjutannya”. Kugosok-gosokkan ujung hidungku ke
pinggul itu, pelan-pelan kujilati memutar menuju ke pantatnya yang
indah. Kuremas-remas bulatan pantatnya, sambil kugesek-gesekkan ujung
hidungku terus. Harum baunya, harum sekali. Penisku yang tegang
bergerak-gerak terus.
Ia tak sabar, dipegangnya tanganku,
dibimbingnya untuk kembali menusuk-nusuk memeknya. Ia sendiri seakan
kesetanan menunggu lubang memeknya dimasuki jari-jariku. Tetapi aku
kembali berkonsentrasi pada puting susunya. Kujilat, kuelus memakai
lidah, kusedot pelan-pelan sambil ia melenguh-lenguh dan
menggelinjang-gelinjang. Akhirnya ia sudah tak sabar lagi. Tangannya
mulai menurunkan celana panjangku. CD-ku langsung dipelorotnya ke bawah.
Lalu tangannya menggenggam-genggam penisku.
Aku serasa melayang.
Sebagai laki-laki, selama ini kalau ia bergayut di lenganku sambil
berjalan-jalan, aku sering membayangkan tangannya yang putih dengan
jari-jarinya yang panjang mengelus-elus penisku. Atau kujilati puting
susunya yang sering membayang kalau ia memakai baju tipis. Hanya, selama
itu aku hanya berani membayangkan, karena aku menghormatinya sebagai
rekan akrab. Rupanya sore itu lain.
Ia langsung membalik,
mengarahkan mulutnya ke penisku. Lalu tanpa basa-basi di kulum penisku.
Aku sendiri langsung meneroboskan muka ke arah memeknya. Tanganku
memisahkan rambut-rambut di situ dan kulihat clitorisnya sudah kelihatan
di luar. Kugosok-gosok perlahan permukaan clitorisnya. Lia
menggelinjang-gelinjang. Kujilati clitorisnya sambil kuisap-isap.
“Ouww
Wied…,. ouw Wwwiieedddd”, lenguhnya, “Terusss.., teruuuss”, lenguhnya
dalam. Isapannya di penisku melemah akhirnya. Kupikir ia sudah selesai.
Tiba-tiba, ia membalikkan badan lagi dan langsung berbaring di atasku.
Penisku dipegangnya dan dicoba dimasukkannya ke dalam memeknya yang
sudah sangat basah. Rasanya oouw, ketika kepala penisku mulai masuk. Aku
yang kegelian hampir tak tahan. Maklum, waktu itu penisku baru punya
jam terbang yang dapat dihitung dengan jari, dan karena masih muda,
jarang memakai “pendahuluan” yang cukup lama. Biasanya kalau keduanya
sudah tegang (kalau main dengan cewek lain), lalu langsung kumasukkan,
ejakulasi sama-sama dan kucabut. Ini lain. Dengan Lia permainan
permulaannya sudah seru duluan! (Buatku waktu itu, ketika aku “belum
berpengalaman”!)
Betul, saking gelinya, aku yang di bawah sampai
mengangkat kepala tak tahan geli dan mau bangkit. Pas saat itu, kepalaku
dipegang Lia, dibawanya ke payudara sebelah kiri. Melihat ada gumpalan
daging kenyal putih menantang, langsung kujilati dan kuisap-isap. Baru
sebentar, Lia mengerang, “Ohh…, Wied…, Lia nyampeee”.
Gile, baru sebentar ia sudah nyampe!
“Kamu belum apa-apa, ya?”, tanyanya sambil menciumi mulutku. Aku diam tak bisa menjawab karena mulutnya menyerang sana-sini.
“Gantian Lia di bawah, deh, biar kamu juga nyampe!”.
Ia
membalikkan badan. Melihat sekilas badannya yang indah dan putih itu,
penisku terasa nikmat-nikmat nyeri, rasanya ada yang akan mengalir
keluar dari ujung penisku. “Gile, aku udah mau keluar…”, pikirku. Betul,
ketika aku baru tiga kali memompa, spermaku keluar. Kupeluk erat-erat
badannya, ia juga memegangi pantatku erat-erat sambil berbisik,
“Masukkan semua, Wied…, masukkan semua..”. Kutekan erat-erat penisku ke
dalam memek bidadariku ini, kumasukkan semua benih hidupku ke dalam
jaringan tubuhnya.
Ketika aku mau berguling ke sebelah badannya,
dilarangnya aku. Ia ingin aku tetap di atas tubuhnya, dengan penisku
masih di dalam memeknya. Kunikmati saat itu dengan mempermainkan
dagunya, menjilati payudaranya dan menggesek-gesekkan penisku ke dalam
memeknya. Ia tetap menciumiku. Penisku sendiri tetap tegang di dalam
memeknya.
Lima menit kemudian nafsunya bangkit lagi. Ia mengerang
pelan, sambil menggoyang-goyangkan pantat. “Lia nafsu lagi, nihh”,
erangnya. Penisku sendiri yang tadi sempat sedikit mengecil menjadi
besar kegelian tergesek-gesek permukaan dalam memeknya. Lalu…,
“Uuuuuuhh..” Bibir memeknya seakan memijat penisku. Aku merasa penisku
kegelian, geli-geli nikmat sampai seakan-akan badanku meronta-ronta di
atas badan Lia. Lia sendiri terangsang dengan gerakanku, memelukku
erat-erat sambil keras menggoyangkan pantatnya memutar.
Dalam 20
menit kemudian, 2 kali lagi ia mengalami orgasme. Gila, pikirku. Pijatan
memeknya membuatku seakan melayang ke surga, tetapi aku sendiri baru
sempat orgasme sekali. Lalu ia mulai melemas seakan tak berdaya. Habis
itu lalu terjadi “perkosaan”. Aku tidak tahan lagi. Lia kugulingkan ke
sana ke mari menuruti nafsuku. Kadang kucabut penisku dari memeknya,
kumasukkan ke dalam mulutnya, lalu kucabut dan kugesekkan di antara
lembah tetek-teteknya, lalu kumasukkan mulutnya lagi, lalu kumasukkan ke
dalam memeknya. Aku orgasme 2 kali lagi. Sekali di mulutnya, sekali di
ujung memeknya (dasar belum pengalaman, karena kegelian digesek bulu
memeknya, begitu penisku sampai di ujung memeknya langsung keluar
spermaku). Lia sendiri pasrah saja kuperlakukan seperti itu. Ia seakan
sudah tidak berdaya. Kugulingkan ikut saja, kusuruh mengulum penisku
yang basah mau saja, mengurut-urut kepala penis di dadanya juga ikut,
membantu memasukkan penisku ke memeknya juga turut saja.
Ketika
kami berdua sudah tidak berdaya lagi, kulihat jam. Dua setengah jam
sudah berlalu sejak kami masuk ke kamar itu. Akhirnya kami tak kuat lagi
dan terkapar kepayahan. Mata terpejam rapat, kelihatannya ia lelah
sekali dan mengantuk berat.
Aku bangkit dan barulah tercium bau
sperma bercampur keringat di kamar itu. Lia sendiri sudah tidak berdaya
lagi. Ia sudah tergeletak begitu saja telanjang bulat. Kuselimuti
badannya dan aku mulai memunguti pakaianku yang terserak di sana-sini.
Kusemprotkan Bayfresh ke dinding-dinding kamar untuk mengurangi bau
“mesum” itu. Untung Erik sedang pulang ke Cikampek. Kucium dahi Lia,
kututup pintu kamar dan aku pamit ke tante kos.
Esoknya aku datang
lagi. Hari Minggu ini Lia mengaku sakit kepada tante kos dan minta, “Si
Wied ngerawat saya, ya tante”. Jadinya kami berdua berbulan madu di
kamarnya sepanjang hari. Dan terjadi perkosaan lagi, yang ternyata
disenanginya.
Dalam perjalanan pulang aku berpikir bahwa hubungan
kami sudah berubah. Kalau selama ini aku menganggap dia sebagai kakak,
karena lebih tua 1 tahun, lagi pula ia lebih tinggi dibandingkan
badanku, malam ini hal itu sudah berubah. Kakakku sayang itu telah
membuatku merindukannya sebagai orang lain (Kalau aku boleh
berterus-terang: aku akan merindukannya untuk merasakan memeknya yang
sangat basah dibelah penisku, untuk kudekap ketika ia telanjang
bulat-bulat, untuk menggeser-geserkan ujung hidungku di permukaan
memeknya yang hitam, lebat dan merangsang itu, untuk genggaman baik
tangan maupun mulutnya bagi penisku yang tegang).
Untuk Melihat Video Selengkapnya Klik Dibawah Ini :
Posted By : www.nusacash.co
No comments:
Post a Comment