Bandar Poker Terbaik - Kegilaan ML di Dalam Lift Karena Birahiku Yang Sedang Naik Digoda Para Lelaki - Waktu itu aku harus mengambil sebuah mata kuliah umum yang belum
kuambil, yaitu kewiraan. Kebetulan waktu itu aku kebagian kelas dengan
fakultas sipil, agak jauh dari gedung fakultasku, di sana mahasiswanya
mayoritas cowok pribumi, ceweknya cuma enam orang termasuk aku.
Bandar Poker Terpercaya - Tak heran aku sering menjadi pusat
perhatian cowok-cowok di sana, beberapa bahkan sering curi-curi pandang
mengintip tubuhku kalau aku sedang memakai pakaian yang menggoda, aku
sih sudah terbiasa dengan tatapan-tatapan liar seperti ini, terlebih
lagi aku juga cenderung eksibisionis, jadi aku sih cuek-cuek aja.
Hari itu mata kuliah yang bersangkutan
ada kuliah tambahan karena dosennya beberapa kali tidak masuk akibat
sibuk dengan kuliah S3-nya. Kuliah diadakan pada jam lima sore. Seperti
biasa kalau kuliah tambahan pada jam-jam seperti ini waktunya lebih
cepat, satu jam saja sudah bubar. Namun bagaimanapun saat itu langit
sudah gelap hingga di kampus hampir tidak ada lagi mahasiswa yang
nongkrong.
Keluar dari kelas aku terlebih dulu ke
toilet yang hanya berjarak empat ruangan dari kelas ini untuk buang air
kecil sejenak, serem juga nih sendirian di WC kampus malam-malam begini,
tapi aku segera menepis segala bayangan menakutkan itu. Setelah cuci
tangan aku buru-buru keluar menuju lift (di tingkat lima).
Ketika menunggu lift aku terkejut karena
ada yang menyapa dari belakang. Ternyata mereka adalah tiga orang
mahasiswa yang juga sekelas denganku tadi, yang tadi menyapaku aku tahu
orangnya karena pernah duduk di sebelahku dan mengobrol sewaktu kuliah,
namanya Adi, tubuhnya kurus tinggi dan berambut jabrik, mukanya jauh
dari tampan dengan bibir tebal dan mata besar.
Sedangkan yang dua lagi aku tidak ingat
namanya, cuma tahu tampang, belakangan aku tahu yang rambutnya gondrong
dikuncir itu namanya Syaiful dan satunya lagi yang mukanya mirip Arab
itu namanya Rois, tubuhnya lebih berisi dan kekar dibandingkan Adi dan
Syaiful yang lebih mirip pemakai narkoba.
“Kok baru turun sekarang Ci?” sapa Adi berbasa-basi.
“Abis dari WC, lu orang juga ngapain dulu?” jawabku.
“Biasalah, ngerokok dulu bentar” jawabnya.
“Abis dari WC, lu orang juga ngapain dulu?” jawabku.
“Biasalah, ngerokok dulu bentar” jawabnya.
Lift terbuka dan kami masuk bersama,
mereka berdiri mengelilingiku seperti mengepungku hingga jantungku jadi
deg-degan merasakan mata mereka memperhatikan tubuhku yang terbungkus
rok putih dari bahan katun yang menggantung di atas lutut serta kaos
pink dengan aksen putih tanpa lengan. Walau demikian, terus terang
gairahku terpicu juga dengan suasana di ruangan kecil dan dengan
dikelilingi para pria seperti ini hingga rasa panas mulai menjalari
tubuhku.
“Langsung pulang Ci?” tanya Syaiful yang berdiri di sebelah kiriku.
“Hemm” jawabku singkat dengan anggukan kepala.
“Jadi udah gak ada kegiatan apa-apa lagi dong setelah ini?” si Adi menimpali.
“Ya gitulah, paling nonton di rumah” jawabku lagi.
“Wah kebetulan.. Kalo gitu lu ada waktu sebentar buat kita dong!” sahut Syaiful.
“Eh.. Buat apa?” tanyaku lagi.
“Hemm” jawabku singkat dengan anggukan kepala.
“Jadi udah gak ada kegiatan apa-apa lagi dong setelah ini?” si Adi menimpali.
“Ya gitulah, paling nonton di rumah” jawabku lagi.
“Wah kebetulan.. Kalo gitu lu ada waktu sebentar buat kita dong!” sahut Syaiful.
“Eh.. Buat apa?” tanyaku lagi.
Sebelum ada jawaban, aku telah
dikagetkan oleh sepasang tangan yang memelukku dari belakang dan seperti
sudah diberi aba-aba, Rois yang berdiri dekat tombol lift menekan
sebuah tombol sehingga lift yang sedang menuju tingkat dua itu terhenti.
Tas jinjingku sampai terlepas dari tanganku karena terkejut.
“Heh.. Ngapain lu orang?” ujarku panik dengan sedikit rontaan.
“Hehehe.. Ayolah Ci, having fun dikit kenapa? Stress kan, kuliah seharian gini!” ucap Adi yang mendekapku dengan nafas menderu.
“Iya Ci, di sipil kan gersang cewek nih, jarang ada cewek kaya lo gini, lu bantu hibur kita dong” timpal Rois.
“Hehehe.. Ayolah Ci, having fun dikit kenapa? Stress kan, kuliah seharian gini!” ucap Adi yang mendekapku dengan nafas menderu.
“Iya Ci, di sipil kan gersang cewek nih, jarang ada cewek kaya lo gini, lu bantu hibur kita dong” timpal Rois.
Srr.. Sesosok tangan menggerayang masuk
ke dalam rok miniku. Aku tersentak ketika tangan itu menjamah pangkal
pahaku lalu mulai menggosok-gosoknya dari luar.
“Eengghh.. Kurang ajar!” ujarku lemah.
Aku sendiri sebenarnya menginginkannya, namun aku tetap berpura-pura
jual mahal untuk menaikkan derajatku di depan mereka.
Mereka menyeringai mesum menikmati
ekpresi wajahku yang telah terangsang. Rambutku yang dikuncir memudahkan
Adi menciumi leher, telinga dan tengkukku dengan ganas sehingga
birahiku naik dengan cepat.
Rois yang tadinya cuma meremasi dadaku
dari luar kini mulai menyingkap kaosku lalu cup bra-ku yang kanan dia
turunkan, maka menyembullah payudara kananku yang nampak lebih mencuat
karena masih disangga bra. Diletakkannya telapak tangannya di sana dan
meremasnya pelan, kemudian kepalanya mulai merunduk dan lidahnya
kurasakan menyentuh putingku.
Sambil menyusu, tangannya aktif
mengelusi paha mulusku. Tanpa kusadari, celana dalamku kini telah
merosot hingga ke lutut, pantat dan kemaluanku terbuka sudah. Jari-jari
Syaiful sudah memasuki vaginaku dan menggelitik bagian dalamnya. Tubuhku
menggelinjang dan mendesah saat jarinya menemukan klitorisku dan
menggesek-gesekkan jarinya pada daging kecil itu.
Aku merasakan sensasi geli yang luar
biasa sehingga pahaku merapat mengapit tangan Syaiful. Rasa geli itu
juga kurasakan pada telingaku yang sedang dijilati Adi, hembusan
nafasnya membuat bulu kudukku merinding. Tangannya menjalar ke dadaku
dan mengeluarkan payudaraku yang satu lagi.
Diremasinya payudara itu dan putingnya
dipilin-pilin, kadang dipencet atau digesek-gesekkan dengan jarinya
hingga menyebabkan benda itu semakin membengkak. Tubuhku serasa lemas
tak berdaya, pasrah membiarkan mereka menjarah tubuhku.
Melihatku semakin pasrah, mereka semakin
menjadi-jadi. Kini Rois memagut bibirku, bibir tebal itu
menyedot-nyedot bibirku yang mungil, lidahnya masuk ke mulutku dan
menjilati rongga di dalamnya, kubalas dengan menggerakkan lidahku
sehingga lidah kami saling jilat, saling hisap, sementara tangannya
sudah meremas bongkahan pantatku, kadang jari-jarinya menekan anusku.
Tonjolan keras di balik celana Adi terasa menekan pantatku. Secara
refleks aku menggerakkan tanganku ke belakang dan meraba-raba tonjolan
yang masih terbungkus celana itu.
Payudara kananku yang sudah ditinggalkan
Rois jadi basah dan meninggalkan bekas gigitan kini beralih ke tangan
Adi, dia kelihatan senang sekali memainkan putingku yang sensitif,
setiap kali dia pencet benda itu dengan agak keras tubuhku menggelinjang
disertai desahan.
Si Syaiful malah sudah membuka celananya
dan mengeluarkan penisnya yang sudah tegang. Masih sambil berciuman,
kugerakkan mataku memperhatikan miliknya yang panjang dan berwarna gelap
tapi diameternya tidak besar, ya sesuailah dengan badannya yang
kerempeng itu.
Diraihnya tanganku yang sedang meraba
selangkangan Adi ke penisnya, kugenggam benda itu dan kurasakan
getarannya, satu genggamanku tidak cukup menyelubungi benda itu, jadi
ukurannya kira-kira dua genggaman tanganku.
“Ini aja Ci, burung gua kedinginan nih, tolong hangatin dong!” pintanya.
“Ahh.. Eemmhh!” desahku sambil mengambil udara begitu Rois melepas cumbuannya.
“Gua juga mau dong, udah gak tahan nih!” ujar Rois sambil membuka celananya.
“Ahh.. Eemmhh!” desahku sambil mengambil udara begitu Rois melepas cumbuannya.
“Gua juga mau dong, udah gak tahan nih!” ujar Rois sambil membuka celananya.
Wow, sepertinya dia memang ada darah
Arab, soalnya ukurannya bisa dibilang menakjubkan, panjang sih tidak
beda jauh dari Syaiful tapi yang ini lebih berurat dan lebar, dengan
ujungnya yang disunat hingga menyerupai helm tentara. Jantungku jadi
tambah berdegup membayangkan akan ditusuk olehnya, berani taruhan punya
si Adi juga pasti kalah darinya.
Adi melepaskan dekapannya padaku untuk
membuka celana, saat itu Rois menekan bahuku dan memintaku berlutut. Aku
pun berlutut karena kakiku memang sudah lemas, kedua penis tersebut
bagaikan pistol yang ditodongkan padaku, tidak.. bukan dua, sekarang
malah tiga, karena Adi juga sudah mengeluarkan miliknya.
Benar kan, milik Rois memang paling
besar di antara ketiganya, disusul Adi yang lebih berisi daripada
Syaiful. Mereka bertiga berdiri mengelilingiku dengan senjata yang
mengarah ke wajahku.
“Ayo Ci, jilat, siapa dulu yang mau lu servis”
“Yang gua aja dulu Ci, dijamin gue banget!”
“Ini aja dulu Ci, gua punya lebih gede, pasti puas deh!”
“Yang gua aja dulu Ci, dijamin gue banget!”
“Ini aja dulu Ci, gua punya lebih gede, pasti puas deh!”
Demikian mereka saling menawarkan
penisnya untuk mendapat servis dariku seperti sedang kampanye saja,
mereka menepuk-nepuk miliknya pada wajah, hidung, dan bibirku sampai aku
kewalahan menentukan pilihan.
“Aduh.. Iya-iya sabar dong, semua pasti
kebagian.. Kalo gini terus gua juga bingung dong!” kataku sewot sambil
menepis senjata mereka dari mukaku.
“Wah.. Marah nih, ya udah kita biarin Citra yang milih aja, demokratis kan?” kata Syaiful.
“Wah.. Marah nih, ya udah kita biarin Citra yang milih aja, demokratis kan?” kata Syaiful.
Setelah kutimbang-timbang, tangan kiriku
meraih penis Syaiful dan yang kanan meraih milik Rois lalu
memasukkannya pelan-pelan ke mulut.
“Weh.. Sialan lu, gua cuma kebagian
tangannya aja!” gerutu Syaiful pada Rois yang hanya ditanggapinya dengan
nyengir tanda kemenangan.
“Wah gua kok gak diservis Ci, gimana sih!” Adi protes karena merasa diabaikan olehku.
“Wah gua kok gak diservis Ci, gimana sih!” Adi protes karena merasa diabaikan olehku.
Sebenarnya bukan mengabaikan, tapi aku
harus memakai tangan kananku untuk menuntun penis Rois ke mulutku,
setelah itu barulah kugerakkan tanganku meraih penis Adi untuk
menenangkannya. Kini tiga penis kukocok sekaligus, dua dengan tangan,
satu dengan mulut.
Lima belas menit lewat sudah, aku ganti
mengoral Adi dan Rois kini menerima tanganku. Tak lama kemudian, Syaiful
yang ingin mendapat kenikmatan lebih dalam melepaskan kocokanku dan
pindah berlutut di belakangku.
Kaitan bra-ku dibukanya sehingga bra
tanpa tali pundak itu terlepas, begitu juga celana dalam hitamku yang
masih tersangkut di kaki ditariknya lepas. Lima menit kemudian tangannya
menggerayangi payudara dan vaginaku sambil menjilati leherku dengan
lidahnya yang panas dan kasar. Pantatku dia angkat sedikit sampai agak
menungging.
Kemudian aku menggeliat ketika kurasakan
hangat pada liang vaginaku. Penis Syaiful telah menyentuh vaginaku yang
basah, dia tidak memasukkan semuanya, cuma sebagian dari kepalanya saja
yang digeseknya pada bibir vaginaku sehingga menimbulkan sensasi geli
saat kepalanya menyentuh klitorisku.
“Uhh.. Nakal yah lu!” kataku sambil menengok ke belakang.
“Aahh..!” jeritku kecil karena selesai berkata demikian Syaiful mendorong pinggulnya ke depan sampai penis itu amblas dalam vaginaku.
“Aahh..!” jeritku kecil karena selesai berkata demikian Syaiful mendorong pinggulnya ke depan sampai penis itu amblas dalam vaginaku.
Dengan tangan mencengkeram payudaraku,
dia mulai menggenjot tubuhku, penisnya bergesekan dengan dinding
vaginaku yang bergerinjal-gerinjal. Aku tidak bisa tidak mengerang
setiap kali dia menyodokku.
“Hei Ci, yang gua jangan ditinggalin nih” sahut Adi seraya menjejalkan penisnya ke mulutku sekaligus meredam eranganku.
Aku semakin bersemangat mengoral penis
Adi sambil menikmati sodokan-sodokan Syaiful, penis itu kuhisap kuat,
sesekali lidahku menjilati ‘helm’nya. Jurusku ini membuat Adi blingsatan
tak karuan sampai dia menekan-nekan kepalaku ke selangkangannya.
Kocokanku terhadap Rois juga semakin
dahsyat hingga desahan ketiga pria ini memenuhi ruangan lift. Teknik
oralku dengan cepat mengirim Adi ke puncak, penisnya seperti membengkak
dan berdenyut-denyut, dia mengerang dan meremas rambutku..
“Oohh.. Anjing.. Ngecret nih gua!!”
Muncratlah cairan kental itu di mulutku
yang langsung kujilati dengan rakusnya. Keluarnya banyak sekali sehingga
aku harus buru-buru menelannya agar tidak tumpah. Setelah lepas dari
mulutku pun aku masih menjilati sisa sperma pada batangnya. Rois
memintaku agar menurunkan frekuensi kocokanku.
“Gak usah buru-buru..” demikian katanya.
“Cepetan Ful, kita juga mau ngerasain memeknya, kebelet nih!” kata Rois pada Syaiful.
“Sabar jek.. Uuhh.. Nanggung dikit lagi.. Eemmhh!” jawab Syaiful dengan terengah-engah.
“Cepetan Ful, kita juga mau ngerasain memeknya, kebelet nih!” kata Rois pada Syaiful.
“Sabar jek.. Uuhh.. Nanggung dikit lagi.. Eemmhh!” jawab Syaiful dengan terengah-engah.
Genjotan Syaiful semakin kencang,
nafasnya pun semakin memburu menandakan bahwa dia akan orgasme. Kami
mengatur tempo genjotan agar bisa keluar bersama.
“Uhh.. Uhh.. Udah mau Ci, boleh di dalam gak?” tanyanya.
“Jangan.. gue lagi subur.. Ah.. Aahh!!” desahku bersamaan dengan klimaks yang menerpa.
“Hei, jangan sembarangan buang peju, ntar gua mana bisa jilatin memeknya!” tegur Adi.
“Jangan.. gue lagi subur.. Ah.. Aahh!!” desahku bersamaan dengan klimaks yang menerpa.
“Hei, jangan sembarangan buang peju, ntar gua mana bisa jilatin memeknya!” tegur Adi.
Syaiful menyusul tak sampai semenit
kemudian dengan meremas kencang payudaraku hingga membuatku merintih,
kemudian dia mencabut penisnya dan menumpahkan isinya ke punggungku.
“Ok, next please” Syaiful mempersilakan giliran berikut.
Adi langsung menyambut tubuhku dan
memapahku berdiri. Disandarkannya punggungku pada dinding lift lalu dia
mencium bibirku dengan lembut sambil tangannya menelusuri lekuk-lekuk
tubuhku, kami ber-french kiss dengan panasnya.
Serangan Adi mulai turun ke payudaraku,
tapi cuma dia kulum sebentar, lalu dia turun lagi hingga berjongkok di
depan vaginaku. Gesper dan resleting rokku dia lucuti hingga rok itu
merosot jatuh.
Dia menatap dan mengendusi vaginaku yang
tertutup rambut lebat itu, tangan kanannya mulai mengelusi kemaluanku
sambil mengangkat paha kiriku ke bahunya. Jari-jarinya mengorek liang
vaginaku hingga mengenai klitoris dan G-spotku.
“Sshh.. Di.. Oohh.. Aahh!!” desisku sambil meremas rambutnya ketika lidahnya mulai menyentuh bibir vaginaku.
Aku mengigit-gigit bibir menikmati
jilatan Adi pada vaginaku, lidahnya bergerak-gerak seperti ular di dalam
vaginaku, daging kecil sensitifku juga tidak luput dari sapuan lidah
itu, kadang diselingi dengan hisapan.
Hal ini membuat tubuhku
menggeliat-geliat, mataku terpejam menghayati permainan ini. Tiba-tiba
kurasakan sebuah gigitan pelan pada puting kiriku, mataku membuka dan
menemukan kepala Syaiful sudah menempel di sana sedang mengenyot
payudaraku. Rois berdiri di sebelah kananku sambil meremas payudaraku
yang satunya.
“Ci, toked lu gede banget sih, ukuran BH-nya berapa nih?” tanyanya.
“Eenngghh.. Gua 34B.. Mmhh!” jawabku sambil mendesah.
“Udah ada pacar lo Ci?” tanyanya lagi.
“Eenngghh.. Gua 34B.. Mmhh!” jawabku sambil mendesah.
“Udah ada pacar lo Ci?” tanyanya lagi.
Aku hanya menggeleng dengan badan makin
menggeliat karena saat itu lidah Adi dengan liar menyentil-nyentil
klitorisku. Sensasi ini ditambah lagi dengan Rois yang menyapukan
lidahnya yang tebal ke leher jenjangku dan mengelusi pantatku. Sebelum
sempat mencapai klimaks, Adi berhenti menjilat vaginaku. Dia mulai
berdiri dan menyuruh kedua temannya menyingkir dulu.
“Minggir dulu jek.. Gua mo nyoblos nih!
Walah.. Nih toked jadi bau jigong lu gini Ful!” omelnya pada Syaiful
yang hanya ditanggapi dengan seringainya yang mirip kuda nyengir.
Paha kiriku diangkat hingga pinggang,
lalu dia menempelkan kepala penisnya pada bibir vaginaku dan
mendorongnya masuk perlahan-lahan.
“Ooh.. Di.. Aahh.. Ahh!” desahku dengan memeluk erat tubuhnya saat dia melakukan penetrasi.
“Aakkhh.. Yahud banget memek lu Ci.. Seret-seret basah!”
“Aakkhh.. Yahud banget memek lu Ci.. Seret-seret basah!”
Kemudian Adi mulai memompa tubuhku,
rasanya sungguh sulit dilukiskan. Penis kokoh itu menyodok-nyodokku
dengan brutal sampai tubuhku terlonjak-lonjak, keringat yang bercucuran
di tubuhku membasahi dinding lift di belakangku. Eranganku kadang
teredam oleh lumatan bibirnya terhadapku.
Senjatanya keluar-masuk berkali-kali
hingga membuat mataku merem-melek merasakan sodokan yang nikmat itu. Aku
pun ikut maju mundur merespons serangannya. Saat itu kedua temannya
hanya menonton sambil memegangi senjata masing-masing, mereka juga
menyoraki Adi yang sedang menggenjotku seolah memberi semangat.
Sementara dia berpacu di antara kedua
pahaku, aku mulai merasakan klimaks yang akan kembali menerpa. Tubuhku
bergetar hebat, pelukanku terhadapnya juga semakin erat. Akhirnya
keluarlah desahan panjang dari mulutku bersamaan dengan melelehnya
cairan kewanitaanku lebih banyak daripada sebelumnya. Namun dia masih
bersemangat menggenjotku, bahkan bertambah kencang dan bertenaga,
nafasnya yang menderu-deru menerpa wajahku.
“Uuhh.. Uuh.. Ci.. Yeeahh.. Hampir!” geramnya di dekat wajahku.
Tubuhnya berkelojotan diiringi desahan
panjang, kemudian ditariknya penisnya lepas dari vaginaku dan
menyemprotlah isinya di perutku. Dia pun lalu ambruk ke depanku sambil
memagut bibirku mesra. Karena Adi melepaskan pegangannya terhadapku,
pelan-pelan tubuhku merosot hingga terduduk bagai tak bertulang, begitu
pun dengannya yang bersandar di lift dengan nafas ngos-ngosan.
Aku meminta Syaiful mengambilkan tissue
dari tasku, aku lalu menyeka keringat di keningku juga ceceran sperma
pada perutku sambil menjilat jari-jariku untuk mendapatkan ceceran
sperma itu. Hingga kini pakaian yang masih tersisa di tubuhku cuma
sepatu dan kaos yang telah tergulung ke atas.
Tenggang waktu ke babak berikutnya
kurang dari lima menit, Rois setelah meminta ijin dahulu, memegangi
kedua pergelangan kakiku dan membentangkannya. Ditatapnya sebentar
lubang merah merekah di tengah bulu-bulu hitam itu, kedua temannya juga
ikut memandangi daerah itu.
“Ayo dong.. Pada liatin apa sih, malu
ah!” kataku dengan memalingkan muka karena merasa risi dipelototi bagian
ituku, namun sesungguhnya aku malah menikmati menjadi objek seks
mereka.
“Hehehe.. Malu apa mau nih!” ujar Syaiful yang berjongkok di sebelahku sambil mencubit putingku.
“Lu udah gak virgin sejak kapan Ci? Kok memeknya masih OK?” tanya Rois sambil menatap liang itu lebih dekat.
“Enam belas, waktu SMA dulu” jawabku.
“Hehehe.. Malu apa mau nih!” ujar Syaiful yang berjongkok di sebelahku sambil mencubit putingku.
“Lu udah gak virgin sejak kapan Ci? Kok memeknya masih OK?” tanya Rois sambil menatap liang itu lebih dekat.
“Enam belas, waktu SMA dulu” jawabku.
Kami ngobrol-ngobrol sejenak diselingi
senda gurau hingga akhirnya aku meminta lagi karena gairahku sudah
kembali, ini dipercepat oleh tangan-tangan mereka yang selalu merangsang
titik-titik sensitifku.
Rois menarikku sedikit ke depan
mendekatkan penisnya pada vaginaku lalu mengarahkan benda itu pada
sasarannya. Uuh.. Vaginaku benar-benar terasa sesak dan penuh dijejali
oleh penisnya yang perkasa itu. Cairan vaginaku melicinkan jalan masuk
baginya.
“Aa.. aadduhh, pelan-pelan dong!” aku
mendesah lirih sewaktu Rois mendorong agak kasar. Sambil
menggeram-geram, dia memasukkan penisnya sedikit demi sedikit hingga
terbenam seluruhnya dalam vaginaku.
“Eengghh.. Ketat abis, memek Cina emang sipp!” ceracaunya.
“Eengghh.. Ketat abis, memek Cina emang sipp!” ceracaunya.
Dia menggenjot tubuhku dengan liar,
semakin tinggi tempo permainannya, semakin aku dibuatnya kesetanan.
Sementara Syaiful sedang asyik bertukar ludah denganku, lidahku saling
jilat dengan lidahnya yang ditindik, tanganku menggenggam penisnya dan
mengocoknya. Sebuah tangan meraih payudaraku dan meremasnya lembut,
ternyata si Adi yang berlutut di sebelahku.
“Bersihin dong Ci, masih ada sisa tadi!”
pintanya dengan menyodorkan penisnya ke mulutku saat mulut Syaiful
berpindah ke leherku.
Serta merta kuraih penis itu, hhmm,
masih lengket-lengket bekas persenggamaan barusan, kupakai lidahku
menyapu batangnya, setelah beberapa jilatan baru kumasukkan ke mulut,
aku dapat melihat ekspresi kenikmatan pada wajahnya akibat teknik
oralku.
Tak lama kemudian, Syaiful berkelojotan
dan bergumam tak jelas, sepertinya dia akan klimaks. Melihat reaksinya
kupercepat kocokanku hingga akhirnya cret.. cret.. Spermanya berhamburan
mendarat di sekitar dada dan perutku, tanganku juga jadi belepotan
cairan seperti susu kental itu. Saat itu aku masih menikmati sodokan
Rois sambil mengulum penis Adi.
Kemudian Adi mengajak berganti posisi,
aku dimintanya berposisi doggy, Rois dari belakang kembali menusuk
vaginaku dan dari depanku Adi menjejalkan penisnya ke mulutku. Kulumanku
membuat Adi berkelojotan sambil meremas-remas rambutku sampai ikat
rambutku terlepas dan terurailah rambutku yang sebahu itu. Penis itu
bergerak keluar-masuk semakin cepat karena vaginaku juga sudah basah
sekali.
Tidak sampai sepuluh menit kemudian
muncratlah sperma Adi memenuhi mulutku, karena saat itu genjotan Rois
bertambah ganas, hisapanku sedikit buyar sehingga cairan itu tumpah
sebagian meleleh di pinggir bibirku. Setelah Adi melepas penisnya, aku
bisa lebih fokus melayani Rois, aku ikut menggoyang pinggulku sehingga
sodokannya lebih dalam.
Bunyi ‘plok-plok-plok’ terdengar dari
hentakan selangkangan Rois dengan pantatku. Mulutku terus mengeluarkan
desahan-desahan nikmat, sampai beberapa menit kemudian tubuhku mengejang
hebat yang menandakan orgasmeku. Kepalaku menengadah dan mataku
membeliak-beliak, sungguh fantastis kenikmatan yang diberikan olehnya.
Kontraksi otot-otot kemaluanku sewaktu
orgasme membuatnya merasa nikmat juga karena otot-otot itu semakin
menghimpit penisnya, hal ini menyebabkan goyangannya semakin liar dan
mempercepat orgasmenya. Dia mendengus-dengus berkelojotan lalu tangannya
menarik rambutku sambil mencabut penisnya.
“Aduh-duh, sakit.. Mau ngapain sih?” rintihku.
Dia tarik rambutku hingga aku berlutut
dan disuruhnya aku membuka mulut. Di depan wajahku dia kocok penisnya
yang langsung menyemburkan lahar putih. Semprotan itu membasahi wajahku
sekaligus memenuhi mulutku.
“Gila, banyak amat sih, sampai basah gini gua!” kataku sambil menjilati penisnya melakukan cleaning service.
Setelah menuntaskan hasrat, Rois
melepaskanku dan mundur terhuyung-huyung sampai bersandar di pintu lift
dimana tubuhnya merosot turun hingga terduduk lemas. Dengan sisa-sisa
tenaga aku menyeret tubuhku ke tembok lift agar bisa duduk bersandar.
Suasana di dalam lift jadi panas dan
pengap setelah terjadi pergulatan seru barusan. Aku mengatur kembali
nafasku yang putus-putus sambil menjilati sperma yang masih belepotan di
sekitar mulut, aku bisa merasakan lendir hangat yang masih mengalir di
selangkanganku.
Adi sudah memakai kembali celananya tapi
masih terduduk lemas, dia mengeluarkan sebotol aqua dari tas lusuhnya,
Syaiful sedang berjongkok sambil menghisap rokok, dia belum memakai
celananya sehingga batang kemaluannya yang mulai layu itu dapat terlihat
olehku, Rois masih ngos-ngosan dan meminta Adi membagi minumannya.
Setelah minum beberapa teguk, Rois
menawarkan botol itu padaku yang juga langsung kuraih dan kuminum.
Kuteteskan beberapa tetes air pada tissue untuk melap wajahku yang
belepotan.
Kami ngobrol-ngobrol ringan dan bertukar
nomor HP sambil memulihkan tenaga. Aku mulai memunguti pakaianku yang
tercecer. Setelah berpakaian lengkap dan mengucir kembali rambutku, kami
bersiap-siap pulang.
Adi menekan tombol lift dan lift kembali
meluncur ke bawah. Lantai dasar sudah sepi dan gelap, jam sudah hampir
menunjukkan pukul tujuh. Lega rasanya bisa menghirup udara segar lagi
setelah keluar gedung ini, kami pun berpisah di depan gedung sipil,
mereka keluar lewat gerbang samping dan aku ke tempat parkir.
Dalam perjalanan pulang, aku
tersenyum-senyum sendiri sambil mendengar alunan musik dari CD-player di
mobilku, masih terngiang-ngiang di kepalaku kegilaan yang baru saja
terjadi di lift kampus.
Posted By : www.tugupoker.net
www.bolavita.club Agen Taruhan Bola Dan Cassiino Online Teraman dan Terpercaya !
ReplyDeleteProses Deposit dan Withdraw 24 Jam Online !
Minimal Deposit Hanya Rp 50.000,- Saja !
Dan Nikmati Bonus Deposit Sebesar 10% dan Bonus Cashback sebesar 5% - 10% Setiap Minggu !
Informasi Selengkapnya hubungi :
WA Bolavita :+62812-2222-995
BBM : BOLAVITA
WeChat: BOLAVITA
Line : cs_bolavita