Bandar Poker Online - Dua Kakak Beradik Cantik Yang Ketagihan Dientot Kemaluan Besarku - Waktu itu sudah malam, sekitar pukul 9. Saya dan Mirna baru saja
menyelesaikan babak ketiga pertandingan antar jenis kelamin kami yang
sudah sekian kali kami lakukan. Kami ada di rumah Mirna, suami Mirna,
Andre, sedang tidak berada di rumah, dia pergi tugas luar kota lagi.
Sementara istri saya ada di rumah, saya punya banyak alasan kalau dia
bertanya macam-macam.
Bandar Poker Terbaik - “Mas Vito, aku kok kayaknya nggak pernah bosen ya ‘ngewe’ sama kamu…” kata Mirna.
“Lha, memangnya kalo sama Andre, bosen..? Kan dia suamimu,” jawab saya agak gr.
“Bukannya gitu. Kalo sama Mas Andre
gayanya itu-itu saja, dan lagi kontolnya Mas Andre kan nggak sebesar
punya Mas Vito,” jawab Mirna jujur sambil mengurut batang kemaluan saya
yang kembali mengeras.
“Ndak boleh gitu lho Mir. Andre itu kan
suamimu, dia baik lagi. Tapi, masa bodo lah, yang penting memek istrinya
enak banget. Ya sudah ‘ngentot’ lagi yuk, mana toketmu, sini, aku mau
‘nenen’..!” Ketika kami mau mulai babak keempat, Vina, anak Mirna yang
jadi sering melihat maminya di ‘acak-acak’, masuk ke kamar.
“Mi, masih main kuda-kudaan ya..? ” tanyanya polos.
“Iya, baru mau main lagi, kenapa Vin..? kata Mirna.
“Vina mau bobo, tapi Vina takut, temenin Vina ya Mi, Om Vito main kuda-kudaanya di kamar Vina aja ya..!” pintanya penuh harap.
“Iya, baru mau main lagi, kenapa Vin..? kata Mirna.
“Vina mau bobo, tapi Vina takut, temenin Vina ya Mi, Om Vito main kuda-kudaanya di kamar Vina aja ya..!” pintanya penuh harap.
Ya sudah, akhirnya saya dan Mirna pindah
arena ke kamarnya Vina. Sambil masih bertelanjang bulat, kami berusaha
menina-bobokan Vina yang katanya tidak kangen sama papinya, dia malah
menganggap saya papi kandungnya. Baru sekitar 10 menit si Vina tertidur
dan 3 menit si Mirna menghisap batang kemaluan saya, telephone di kamar
Mirna berdering.
“Mas, aku ngangkat telephone dulu ya, kali aja dari Mas Andre.” kata Mirna.
“Ya, jangan lama-lama..” jawab saya.
Setelah hampir 5 menit, Mirna balik lagi ke kamar dengan wajah bingung.
“Ya, jangan lama-lama..” jawab saya.
Setelah hampir 5 menit, Mirna balik lagi ke kamar dengan wajah bingung.
“Mas, adikku mau kesini. Dia sudah ada di depan komplek. Gimana nih..?” kata Mirna.
“Siapa..? Si Rere..? Dia bareng suaminya nggak..?” tanya saya berusaha tidak panik.
“Nggak sih, kan dia lagi pisah ranjang sama Gery. Sudah 4 bulan ini.” jawab Mirna.
“Ya sudah, kalo dia kesini, ndak apa-apa. Bilang aja aku lagi nemenin kalian. Apa susahnya sih?”
“Siapa..? Si Rere..? Dia bareng suaminya nggak..?” tanya saya berusaha tidak panik.
“Nggak sih, kan dia lagi pisah ranjang sama Gery. Sudah 4 bulan ini.” jawab Mirna.
“Ya sudah, kalo dia kesini, ndak apa-apa. Bilang aja aku lagi nemenin kalian. Apa susahnya sih?”
Tidak lama kemudian Rere datang. Dia
adalah wanita cantik berusia sekitar 25 tahun, dengan ukuran dada
sekitar 34B (hampir sama dengan kakaknya), kulit putih bersih dan hidung
yang bangir. Malam itu dia mengenakan ‘Tank Top’ warna biru ditutup
dengan Cardigan hitam dan celana Capri (ketat, sedengkul) warna putih.
“Malam Mbak, Eh.., ada siapa nih..?” kata Rere.
“Ini Mas Vito, tetanggaku. Dia datang kesini mau nemuin Mas Andre, tapi nggak ketemu.” Mirna menjawab.
“Ini Mas Vito, tetanggaku. Dia datang kesini mau nemuin Mas Andre, tapi nggak ketemu.” Mirna menjawab.
“O iya, kenalin Mas, ini adikku, Rere. Re, ini namanya Mas Vito.”
“Rere,” katanya sambil bersalaman dengan saya.
“Vito,” jawab saya.
“Rere,” katanya sambil bersalaman dengan saya.
“Vito,” jawab saya.
“Kamu kenapa kesini..?” kata Mirna,
“Tumben-tumbenan, mana malem-malem lagi. Kamu nggak takut apa? Daerah
sini rawan pemerkosaan lho..!”
Si Rere menjawab sambil melepas
Cardigan-nya dan memamerkan keindahan buah dadanya, yang dapat membuat
laki-laki sesak nafas itu, katanya, “Ngapain takut, kalo diperkosa malah
seneng. Aku sudah hampir 5 bulan lho Mbak, nggak ‘gituan’..!”
“Kamu ini kalo ngomong sembarangan,”
kata Mirna sambil melirikku, “Kasian Mas Vito tuh, lagi tanggung, nanti
dia ngocok disini lagi.”
“Tanggung..? Emangnya kalian lagi ngapain..? Wah, macem-macem nih kayaknya..!” tanya Rere penasaran.
Si Mirna menjawab, “Kenapa emangnya..?
Mau ikut nimbrung..? Suntikannya Mas Vito besar lho..!” Saya dari tadi
hanya diam dan tersenyum mendengar ‘adik’ saya dibicarakan dua wanita
cantik.
Lalu saya angkat bicara, “Kamu ini ngomong apa sih Mir..? Emangnya kamu sudah pernah liat burungku apa..?” kata saya menggoda.
“Iya nih, Mbak Mirna. Emang udah pernah liat..?” kata Rere.
“Wah, jangan macam-macam deh Mas,
mendingan kita lanjutin pertandingan tadi. Kamu mau ikutan nggak Re..?”
ajak Mirna sambil kembali melepas dasternya dan melucuti celana pendek
saya.
Melihat hal ini, Rere memekik pelan, “Wah, itu kontol..? Gede banget, boleh nyobain ya Mas..?”
“Ya sudah, kamu hisap-hisap ya Re..!” kata saya, “Nah, Mir kesinikan memekmu biar kujilatin..!”
Lalu kami bertiga bermain dengan riang
gembira. Saya duduk di sofa, sementara Rere jongkok dan sibuk dengan
batang kemaluan saya. Mirna berdiri menghadap saya sambil mengarahkan
kepala saya ke liang vaginanya dan menjilatinya sampai kelojotan.
Saya tidak sadar waktu Mirna agak
bergeser, ternyata Rere sudah tidak mengenakan apa-apa lagi, polos,
telanjang bulat dan berusaha menjepit penis saya dengan kedua buah
dadanya yang ternyata memang besar dan membuat gerakan naik turun.
“Ya, terus Re, enak banget..!” kata saya, sementara Mirna sudah duduk di sebelah kiri saya sambil mengulum bibir saya.
“Mas Vito, aku mau masukin ke memek ya..!” pinta Rere penuh harap.
“Mas Vito, aku mau masukin ke memek ya..!” pinta Rere penuh harap.
Ketika melihat dan mengamati kemaluan
Rere, saya agak kaget. Selain botak, vagina Rere juga masih terlihat
sempit. Dalam hati saya berpikir, ini kakak beradik punya kemaluan kok
ya sama.
Lalu Rere membelakangi saya dan
memasukkan batang kemaluan saya ke dalam vaginanya yang sempit itu
dengan perlahan-lahan. Mirna yang juga sedikit terengah-engah memasukkan
jari saya ke dalam liang kemaluan nya yang mulai basah.
Rere benar-benar memperlakukan batang
kemaluan saya dengan baik. Gerakan maju mundurnya sangat hebat dan
terkadang dikombinasi dengan gerakan berputar. Menyikapi hal ini, saya
lalu mengangkat badan Rere dan saya balikkan, hingga kami beradu
pandang, dengan posisi kemaluan saya tetap di dalam vaginanya yang
keset-keset basah.
Rere ternyata sangat ahli dengan posisi
duduk, dia terus naik turun berusaha mengimbangi hujaman-hujaman
kemaluan saya yang makin lama makin dalam menembus pertahanan liang
vaginanya.
Setelah hampir 10 menit, Rere berkata, “Mas aku keluar..!”
Tapi herannya dia masih saja menggoyang
pantatnya. Sementara itu, Mirna ada di belakang Rere sambil memeluk dan
meremas buah dada Rere. 3 menit kemudian, giliran saya yang bilang,
“Re, aku mau keluar nih, di dalam apa di luar..?”
“Di luar saja Mas, aku mau minum pejunya,” jawab Rere semangat.
“Re, cepat lepas..!” kata saya sambil mengocok batang kemaluan saya dengan cepat dan mengarahkannya ke mulut Rere yang sekarang sudah jongkok di bawah saya.
“Di luar saja Mas, aku mau minum pejunya,” jawab Rere semangat.
“Re, cepat lepas..!” kata saya sambil mengocok batang kemaluan saya dengan cepat dan mengarahkannya ke mulut Rere yang sekarang sudah jongkok di bawah saya.
Ternyata benar, mulut Rere tidak hanya
menampung sperma saya yang banyak, tapi juga benar-benar berkumur dan
menelannya. Melihat hal itu, Mirna yang vaginanya tidak aktif, langsung
mendekati batang kemaluan saya dan mengulumnya lagi.
Saya yang sudah banjir keringat langsung
berkata kepada Mirna, “Mir, yang bersih ya, saya istirahat dulu
sebentar.” Sambil Mirna terus disibukkan dengan pekerjaannya, saya
menyuruh Rere mendekat dan langsung mengulum bibirnya yang tipis dan
beraroma sperma.
Tidak lama kemudian, batang kemaluan
saya mulai menegang lagi. Mengetahui perbuatannya berhasil, Mirna dengan
tindakan super cepat menarik saya ke lantai dan menyuruh saya
telentang. Mirna dengan cepat juga langsung menduduki kemaluan saya dan
menjepitnya dengan kemaluan nya. Dengan posisi seperti itu, tangan saya
diberi kesempatan untuk meremas payudara Mirna dan memainkan putingnya
yang agak kecoklatan.
Setelah hampir 10 menit mengerjai batang
kemaluan saya, gerakan Mirna mulai agak mengendur. Saya tahu, dia sudah
orgasme. Melihat hal ini, saya membalikkan badan Mirna, dan sekarang
dia yang telentang. Kedua kaki Mirna yang putih itu saya buka
lebar-lebar sambil menusuk vaginanya dengan gerakan yang amat cepat dan
teratur. Erangan dan desahan Mirna sudah tidak saya dengarkan sama
sekali.
Sekitar 3 menit kemudian, saya sudah
tidak dapat menahankannya lagi. Dengan posisi kemaluan masih di dalam
vagina Mirna, saya menyemprotkan cairan sperma saya untuk yang kedua
kalinya malam ini.
Liang senggama Mirna yang saya
perhatikan beberapa hari ini sudah agak melebar, tidak kuat menampung
cairan sperma saya yang kental dan banyak. Melihat hal itu, Rere
langsung menjilati vagina kakaknya berusaha mendapatkan air mani lagi
sambil tangannya mengocok kemaluan saya.
Vina yang sudah tidur rupanya terbangun karena berisik.
“Mami, aku nggak bisa tidur, itu ada siapa..?”
“Eh Vina, ini Tante Rere. Kok kamu nggak tidur..?” tanya Rere sambil menyuruh Vina mendekat.
“Mami, aku nggak bisa tidur, itu ada siapa..?”
“Eh Vina, ini Tante Rere. Kok kamu nggak tidur..?” tanya Rere sambil menyuruh Vina mendekat.
“Nggak bisa tidur Tante. Mami kenapa..? Kok kakinya terbuka, Mami sakit lagi ya..?” tanya Vina polos.
“Mami nggak sakit. Justru Mami malah sehat, kan Mami habis Om suntik, nanti sebentar lagi juga bangun.” jelas saya.
“Mami nggak sakit. Justru Mami malah sehat, kan Mami habis Om suntik, nanti sebentar lagi juga bangun.” jelas saya.
“Kok Tante Rere telanjang juga? Habis disuntik juga ya sama Om Vito?”
“Iya, soalnya Tante lagi sakit memeknya jadi disuntik.” kata Rere sambil mengelus vaginanya sendiri.
“Memek apa sih Tan..?” tanya Vina.
“Iya, soalnya Tante lagi sakit memeknya jadi disuntik.” kata Rere sambil mengelus vaginanya sendiri.
“Memek apa sih Tan..?” tanya Vina.
Sambil membersihkan kemaluan Mirna, saya
berkata ke Vina, “Ini yang namanya memek Vin. Ini gunanya buat masukin
jarum suntiknya Om Vito.”
“Vina juga punya Om.” kata Vina sambil menyingkap rok tidurnya.
“Iya, tapi punya Vina belom boleh disuntik. Nanti kalo sudah besar, boleh deh..!” kata Rere sambil tersenyum.
“Iya, tapi punya Vina belom boleh disuntik. Nanti kalo sudah besar, boleh deh..!” kata Rere sambil tersenyum.
Selama seminggu Rere menginap di rumah
Mirna, kami bertiga hampir tiap malam mengadakan acara begituan bersama.
Vina yang selalu melihat aksi kami selalu tertawa kalau saya
menyemprotkan sperma ke mulut mami dan tantenya.
“Ha.., ha., ha.., Mami sama Tante Rere dipipisi Om Vito.” katanya lucu.
Pernah sekali waktu, ketika istri saya
sedang pergi, Rere main ke rumah dan minta disenggamai di lubang pantat.
Karena menarik, saya lakukan saja dan ternyata itu enak sekali, seperti
menjebol kemaluan perawan.
Sekali waktu, pernah juga salah seorang
teman kantor saya main ke rumah ketika dua kakak beradik itu kebetulan
sedang ada di rumah saya. Karena tertarik dengan Mirna, teman saya itu
mengajak Mirna main di atas meja makan saya.
Saya dan Rere hanya diam dan tertawa melihat teman saya menghajar kemaluan Mirna sampai Mirna mengalami multi orgasme.
Posted By : www.tugupoker.net
No comments:
Post a Comment