Bandar Capsa Terpercaya - Menggoda Mertuaku Yang Sudah Lama Janda - Keluarga istriku terdiri dari ibunya yang tak lain adalah mertuaku.
Namanya Heny, umurnya baru 38 tahun, kelahiran tahun 1964. Mertuaku yang
peracik jamu ini adalah istri ketiga dari camat di kampungya dari
pernikahannya yang menghasilkan tiga anak.
Bandar Capsa Online - Anak pertama Cheny, 24 tahun, bekerja pada salah satu toko swalayan
di Bandung, kedua Venny yang menjadi istriku, 22 tahun, seorang
karyawati di perusahaan swasta dan ketiga Nony masih 20 tahun, baru
lulus SMU dan masih menganggur. Ketiga wanita inilah yang pernah menjadi
santapan seksualku.
Mertuaku yang biasa kupanggil Mama ini pindah
ke Bandung setelah suaminya meninggal dan tinggal di rumah anak dari
istri pertama suaminya. Sebenarnya suaminya memiliki cukup banyak harta
tetapi karena mertuaku kawin di bawah tangan, jadi dia tidak mendapatkan
harta warisan apa-apa selain perhiasan-perhiasan dari suaminya itu.
Karena ada perselisihan, mertuaku dan ketiga anaknya pindah dari rumah
itu dan memulai usaha menjadi penjual jamu gendong untuk menafkahi
ketiga anaknya. Namun karena sekarang ini dia merasa sudah tidak
mempunyai tanggungan apa-apa lagi dan juga telah mempunyai rumah di
pinggiran kota Bandung, dia sudah berhenti dari kegiatannya itu. Aku dan
istri setiap akhir bulan selalu menyempatkan diri ke rumah mertuaku
sekaligus membawa uang ala kadarnya sekedar untuk menambah biaya hidup
sehari-hari.
Namun pada hari itu, Sabtu, entah kenapa istriku
tidak enak badan dan menyuruhku pergi sendiri saja. Kubawa motorku ke
arah selatan kota Bandung hingga satu jam kemudian aku sampai di rumah
yang sederhana tapi kokoh itu. Rumah itu sepi namun pintunya terbuka
lebar-lebar. Seperti biasanya kurebahkan tubuhku di bangku bale-bale
bambu yang ada di ruang tamu untuk melepas lelah. Tak lama kemudian
mertuaku datang.
“Eh, Dik Willy, sudah lama Dik?”
Dia menyapaku memang kesannya basa-basi tetapi sebenarnya tidak.
“Enggak, barusan kok”, jawabku menyambut sapaannya.
“Mana Ida?”, tanyanya.
“Lagi sakit, Ma. Katanya demam tuh, kusuruh istirahat saja” jawabku.
“Oh, wah, wah, wah, jangan-jangan tanda-tanda mau punya anak tuh”, ujar mertuaku senang.
Memang dia ini sangat mendambakan cucu dari pernikahan kami.
“Mudah-mudahan, Ma”
“Ya sudah, sudah makan belum. Mama punya sayur asem sama ikan asin pake
sambel terasi, kamu mau nggak?”, mertuaku menawariku makan.
“Iya, aku mau banget tuh”
Bergegas aku ke ruang makan dan melihat hidangan yang ditawarkannya itu
masih belum disentuh siapapun. Sambil makan kami mengobrol lagi.
“Nony ke mana Ma?” tanyaku.
“Katanya piknik sama temen-temennya ke luar kota, kemarin sore berangkatnya”
“Oh”, jawabnya.
Cerita Dewasa Bersetubuh Dengan Mertuaku Yang
Janda | Memang mertuaku hanya tinggal berdua dengan Nony karena Cheny
lebih memilih kost di dekat tempatnya bekerja. Kami mengobrol tentang
macam-macam sampai obrolan yang nyerempet-nyerempet.
“Kamu ini sudah hampir dua tahun kok belum punya anak juga?”
“Ya enggak tahu tuh, Ma”
“Apa kamunya yang nggak bisa? Kalo nggak bisa sini Mama ajarin”
“Ajarin apa, Ma?”
“Mama buatin jamu biar subur”
“Ah bisa aja Mama nih”
Obrolan sengaja kupancing dan kuarahkan ke masalah seksual.
“Ma saya boleh nanya nggak?”
“Apa?”
“Dulu Pa’e sering dibuatin jamu nggak?”
“Ya kalo lagi sakit aja”
“Untuk yang lain?”
“Yang lain tuh apa?”
“Jamu kuat lelaki misalnya?”
“Ha, ha, ha, kamu ini ada-ada saja. Nggak usah pake begituan juga mertua
lakimu itu sudah kuat, kok. Malah sebelum mati dia nambah lagi satu”
“Jadi nggak pernah sama sekali, Ma?”
“Pernah sich sekali-kali. Itu juga dia yang minta”
“Terus Mamanya gimana?”
“Ya tokcer lah, ha, ha, ha, eh, kamu kok tanya itu sih?”
“Terus sekarang ini Mama kalo lagi pengen gimana?”
Wajahnya
sedikit memerah tetapi dijawabnya juga, “Ya, banyak-banyakin aja
kerjaan, ya masak, nyuci piring, nyapu pekarangan, entar juga lupa,
terus sudahnya, capek, ya tidur”
“Oh”, jawabku.
“Kamu ini nanyanya ngawur, aja”
“He, he, he..”
“Sudah sore sana mandi”
“Iya Ma”
Sementara aku mandi, kurasakan penisku yang sudah berdiri
tegak. Kukocok penisku sambil membayangkan tubuh mertuaku. Mertuaku ini
masih lumayan kencang walau sudah memiliki anak tiga. Menurut istriku,
dia rajin luluran kulit sawo matang disertai dengan minum jamu rutin.
Perutnya masih cukup ramping walaupun sudah ada sedikit lipatan-lipatan
lemak. Buah dadanya yang berukuran 36B itu tetap kencang karena ramuan
dari luar disertai jamu-jamuan demikian juga dengan bongkahan pantatnya.
Satu hal lagi, dia ini tidak pernah memakai daster, atau baju apapun.
Pakaian sehari-harinya adalah kain kebaya dengan kemben yang dililit
hingga dadanya.
“Dik Yanto, nanti kalau sudah airnya diisi lagi ya?”
“Iya, Ma”.
Setelah mandi kupompa air di luar kamar mandi sementara
itu mertuaku berjongkok mencuci piring di bawah pancuran pompa tangan.
Ember yang telah terisi kubawa ke kamar mandi untuk diisikan ke bak,
begitu seterusnya hingga penuh. Sambil memompa kuperhatikan belahan buah
dada mertuaku hingga membuat penisku berdiri lagi hingga tak sadar
handukku terlepas.
“Wah, semalem belum dikasih ‘makan’ ya?”, begitu sindir mertuaku.
“Iya nih, Ma”
“Kenapa sih kamu kok cuma liat nenek-nenek aja langsung berdiri?”
“Abis Mama montok sih”, jawabku asal saja.
“Hus, apanya yang montok”
“Itu belahan teteknya, makanya saya jadi begini”
“Oh ini, mau lihat?”
“Iya, mau, mau Ma”
Sejenak dia berbalik terus membuka kembennya hingga perutnya yang cukup ramping itu terbuka.
“Nih, liat aja”, katanya sambil kupegang buah dadanya.
“Eh katanya cuma liat?”
“Ya liat sama pegang, Ma”
Kuremas-remas buah dadanya hingga nafasnya tersengal.
“Sudah To, sudah”
Tapi aku terus saja meremasnya dengan bersemangat.
“Sudah To, Mama mau mandi dulu”
“Bener mau mandi apa mau yang lain?”
“Bener Mama mau mandi”
“Nanti lagi ya?”
Mertuaku tidak menjawab, hanya berlalu ke kamar mandi.
Aku tunggu di kamar tidurnya hingga beberapa menit kemudian mertuaku
sudah masuk ke kamarnya lagi. Tubuhnya hanya berbalut kain saja. Yang
membuatku kaget adalah mertuaku membuka begitu saja kainnya di hadapanku
yang masih berbaring. Kulihat buah dada yang cukup sekal tadi disertai
dengan perut yang ramping dan pantat yang montok. Yang membuatku tak
tahan adalah belahan vaginanya yang berbulu sangat lebat berbentuk
segitiga. Pelan-pelan kudekati dia dengan pelukan yang cukup hangat dan
ciuman yang kuat di bibirnya, mertuaku hanya pasrah saja. Kuteruskan
tindakan yang tadi kulakukan di luar. Kali ini aku berjongkok lalu
kumainkan vaginanya dengan mulutku sementara tanganku naik turun
bergantian. Kuremas-remas bongkahan pantatnya yang padat itu dengan
tangan kanan dan tangan kiriku memelintir-melintir puting susunya dengan
sesekali menjumput dan meremas buah dadanya itu. Begitu terus
bergantian dengan tangan kanan dan kiri. Pada saat yang bersamaan
kuhisap-hisap dengan gemas bibir vaginanya.
“Aghh, aghh, aghh”, suara itu keluar dari mulut mertuaku di iringi
dengan suara dari mulutku yang terus menghisap vaginanya yang banjir
itu.
Begitu seterusnya hingga, “Udahh, aghh, masukin aja punya kamu, To”.
Aku
rebahkan mertuaku ranjang dengan pantat dan pinggulnya berada di
pinggir ranjang, kedua kakinya kuangkat ke bahuku. Aku berlutut di
lantai dengan penisku berada tepat di pintu liang vagina itu.
Kumain-mainkan dulu kepala penisku di kelentitnya dengan berputar-putar
lalu baru kuturunkan ke vaginanya. Perlahan tapi pasti kumasukkan
penisku ke liang vaginanya.
“Eghh.., sstt, pelan-pelan, To”
“Mama kayak perawan aja”
Setiap dorongan sepertinya ada yang mengganjal penisku di dalam vaginanya.
“Eghh, aduh sakit, To”
“Hah, sakit?”
Sambil mendorong kugoyang-goyangkan juga pinggulku
ke kiri dan ke kanan supaya lorong vaginanya agak melebar. Setiap
dorongan juga kutarik sedikit penisku keluar lalu kudorong lagi supaya
bagian yang sulit ditembus itu agak terbuka. Lalu, sleb, sleb, sleb,
dengan tiga kali dorongan penisku sudah masuk semua ke dalam rongga
vagina mertuaku. Aku berdiam sesaat hingga kurasakan denyutan kecil
seperti hisapan-hisapan lembut. Ternyata mertuaku mempunyai vagina yang
bisa menghisap-hisap penis. Mungkin karena jamu-jamuan yang rutin
diminumnya sehingga dia bisa seperti ini.
“Ayo To, nunggu apa lagi?”
Kutarik dengan diiringi helaan nafasku,
lalu ku dorong lagi hingga bless, bless, bless, penisku tertancap
hingga pangkalnya. Keluar juga suara kecipak dari vagina mertuaku. Dari
mulut kami juga keluar suara-suara desahan dan lenguhan nafas kami
mewarnai suasana yang erotis.
“Aghh, aghh, aghh, shh, ohh, aghh”, begitu suara deru nafas mertuaku.
Aku
tetap berkonsentrasi supaya penisku tidak menembak lebih dahulu dan
orgasme namun karena nikmatnya vagina mertuaku ini membuatku tak tahan.
Namun dengan mengatur nafas aku bisa mengimbangi permainannya. Sudah
hampir satu jam kami saling asyik masyuk sampai tanda-tanda akan orgasme
terasa pada kami.
Kulihat gerakan mengejang dari perut mertuaku
dan juga wajahnya yang semakin terlihat gelisah disertai keringat dan
matanya yang turun seperti fly, kepalanya yang bergeser ke kiri dan ke
kanan, tangannya juga berusaha menggapai apa yang bisa diremas. Itu
biasanya gejala wanita yang akan orgasme.
Tak lama kemudian, “Aghh, cepetan To, aku mau nyampe nih”
“Aku juga, aghh”
“Iiihh, aghh, ehmm, aghh”
Begitu jeritan kecil dari mulut mertuaku disertai deru nafasnya menandakan bahwa dia telah orgasme.
“Ughh, ughh, ughh”, begitu sisa nafasnya menikmati sensasi orgasme yang tiada tara.
Aku
juga merasakan hal yang sama dengan mengejangnya seluruh tubuhku dan
menyemprotnya spermaku, entah berapa kali kusemprotkan cairan penuh
kenikmatan ini ke dalam rahim mertuaku.
Tubuh kami langsung lunglai. Aku langsung berbaring telungkup diatas
mertuaku dengan kondisi penis yang masih menancap di vaginanya. Tak lama
kemudian peniskupun layu dan terlepas dengan sendirinya dari liang
vagina yang nikmat itu.
“Kamu hebat juga, To”
“Iya dong, Ma”
“Jangan panggil Mama lagi”
“Siapa dong?”
“Heny aja”
“Iya Hen, ughh gimana enak nggak?”
“Enak tenan, lho”
Mata mertuaku langsung sayu dan terpejam lalu
tertidur. Aku turun dari tubuhnya dan juga merasa mengantuk sekali
hingga aku juga tertidur. Tak terasa kami tertidur hingga aku terbangun
dan mertuaku masih di sisiku sambil memeluk tubuhku. Tubuh kami masih
telanjang bulat ketika itu.
Tiba-tiba, “Ehmm, he, he, gimana kamu puas nggak?”
“Iya Hen, aku puas banget. Aku sudah pengen begini sama kamu sejak lama tapi nggak tahu harus gimana dan takut kamunya marah”
“Hhh”, mertuaku menghela nafas lega.
“Yah, kan sekarang sudah”, kataku.
“Tapi To, aku masih serr-serran lho”, begitu katanya sambil menggenggam
penisku yang sedari tadi agak lunglai terasa seperti ingin bangun lagi.
Sepertinya mertuaku ini tahu bagaimana cara membangunkan kembali penis
melalui tekanan-tekanan pada urat-urat di tempat lain. Aku langsung
menciumi buah dadanya dan tanganku mengobok-obok vaginanya. Mertuaku
mulai terangsang kembali dan dengan cepat aku berada di posisi siap di
atas tubuhnya. Dengan sekali dorongan, penisku sudah menancap di dalam
vagina yang sudah becek itu.
Mertuaku berkata, “To, aku yang di atas yah?”
“Emangnya bisa?”
“Bisa dong, kan udah nontonn filmnya Cheny”, rupanya mertuaku sering menonton VCD blue film dengan anaknya, Cheny.
Jadi
tidak heran kalau dia faham posisi-posisi dalam bercinta. Dengan
berguling kini posisi tubuhnya berbalik berada di atasku. Mertuaku
mencoba duduk dengan melipat kakinya lalu dia mulai bergoyang
maju-mundur dan memutar ditingkahi dengan suara dari vaginanya hingga
menambah gairahnya untuk memacu goyangannya. Aku dari bawah hanya
memegangi buah pantatnya dan tanganku yang satu memainkan kelentitnya
yang berada tepat berada di perutku. Hanya sekitar setengah jam mertuaku
mulai menampakkan gejala ingin orgasme. Dalam hitungan detik dia sudah
orgasme. Tubuhnya kembali lunglai dan berbaring di atas dadaku. Namun
aku belum, hingga secepat kilat aku berbalik dan berada di atasnya dan
langsung bergoyang untuk mengejar orgasmeku.
“Aduhh udahh To, aughh, gelii, To..”, hingga beberapa detik kemudian aku
merasakan orgasmeku yang kedua begitu nikmat dengan tembakan spermaku
yang masih cukup kuat.
Kami kemudian mengobrol hal-hal yang berbau
pornografi dan erotis hingga terangsang kembali dan kami bersenggama
lagi, begitu seterusnya hingga subuh. Entah sudah berapa kali kami
melakukan hal yang sebenarnya merupakan aib bagi keluarga kami sendiri.
Sekarang ini mertuaku sudah mempunyai cucu dan lebih menjaga jarak
denganku. Dia merasa hal yang sudah kami lakukan itu adalah aib dan
tidak sepantasnya dilakukan, dan jika kusinggung soal hal itu dia
nampaknya agak marah dan tidak suka. Dia telah menjadi nenek yang baik
bagi anakku.
Untuk Melihat Video Selengkapnya Klik Dibawah Ini :
Posted By : www.tugupoker.net
No comments:
Post a Comment