Bandar Poker Terbaik - Ibu Kost ku Seorang Janda Gersang Yang Mudah Terpicu Hasrat Seksualnya - Pagi itu aku tengah sibuk membenahi kamarku. Sebuah kamar kontrakan yang
baru kutempati sejak sebulan lalu. Maklum, kamar berukuran 3×4 meter
itu berdinding papan dan terletak di bagian belakang rumah bersebelahan
dengan kamar mandi. Apalagi papannya sudah banyak yang renggang dan
berlubang hingga bila malam tiba, angin menerobos masuk dan menebarkan
hawa dingin menusuk tulang. Hanya bagiku, mendapatkan kamar kost dengan
kondisi seperti itu pun merupakan anugerah tersendiri.
Bandar Poker Terpercaya - Sebelumnya aku nyaris patah semangat
ketika mendapati harga sewaan kamar yang rata-rata sangat mahal dan tak
terjangkau di kota tempatku kuliah di sebuah PTN. Hingga ketika Bu
Halimah pemilik warung makan sederhana menawariku untuk tinggal di
tempatnya dengan harga sewa yang murah aku langsung menyetujuinya.
Oh ya, Bu Halimah, ibu kost ku itu
adalah seorang janda berusia sekitar 45 tahun. Sejak kematian suaminya
tujuh tahun lalu, ia tinggal bersama putri tunggalnya Nastiti. Ia masih
sekolah, kelas dua di sebuah SMTA di kota itu. Mereka hidup dari usaha
warung makan sederhana yang dikelola Bu Halimah dibantu Yu Narsih,
seorang wanita tetangganya. Yu Narsih hanya membantu di rumah itu sejak
pagi hingga petang setelah warung makan ditutup. Pembawaan keseharian Bu
Halimah tampak sangat santun.
Ia selalu mengenakan busana terusan
panjang terutama bila tampil di luar rumah atau sedang melayani pembeli
di warungnya. Hingga kendati berstatus janda dengan wajah lumayan
cantik, tak ada laki-laki yang berani iseng atau menggoda. “Ada memang
laki-laki yang meminta ibu untuk menjadi istrinya. Tetapi ibu hanya
ingin membesarkan Nastiti sampai ia berumah tangga. Apalagi sangat sulit
mencari pengganti laki-laki seperti ayah Nastiti almarhum,” katanya
suatu ketika aku berkesempatan berbincang dengannya di suatu kesempatan.
Di tengah kesibukanku memperbaiki
dinding kamar, tiba-tiba kudengar suara pintu kamar mandi dibuka. Lalu
tak lama berselang kudengar suara pancaran air yang menyemprot kencang
dari kamar mandi. Padahal di sana tidak ada kran air yang memungkinkan
menimbulkan bunyi serupa. Maka seiring dengan rasa ingin tahu yang
muncul tiba-tiba, aku segera mencari celah lubang di dinding yang
bersebelahan dengan kamar mandi untuk bisa mengintipnya. Ah, ternyata
yang ada di kamar mandi adalah Bu Halimah.
Wanita itu tengah kencing sambil
berjongkok. Mungkin ia sangat kebelet kencing hingga begitu berjongkok
semprotan air yang keluar dari kemaluannya menimbulkan suara berdesir
yang cukup kencang sampai ke telingaku. Aku jadi tersenyum simpul
melihat kenyataan itu. Tadinya aku tidak berniat melanjutkan untuk
mengintip. Namun ketika sempat kulihat pantat besar Bu Halimah yang
membulat, naluriku sebagai laki-laki dewasa jadi terpikat. Posisi
jongkok Bu Halimah memang membelakangiku. Namun karena ia menarik
tinggi-tinggi daster yang dikenakannya, aku dapat melihat pantat dan
pinggulnya.
Ah, wanita berkulit kuning itu ternyata
belum banyak kehilangan daya pikatnya sebagai wanita. Sampai akhirnya
aku memutuskan untuk terus mengintip, melihat adegan lanjutan yang
dilakukan ibu kost ku di kamar mandi yang ternyata membuat tubuhku panas
dingin dibuatnya. Betapa tidak, setelah selesai kencing, Bu Halimah
langsung mencopot dasternya untuk digantungkannya pada sebuah tempat
gantungan yang tersedia. Tampak ia telanjang bulat karena dibalik
dasternya ia tidak mengenakan celana dalam maupun kutangnya. Jadilah aku
bisa menikmati seluruh keindahan lekuk-liku tubuhnya. Bongkahan
pantatnya tampak sangat besar kendati bentuknya telah agak menggantung.
Sepasang buah dadanya yang juga sudah agak menggantung, ukurannya juga
tergolong besar dengan dihiasi sepasang pentilnya yang mencuat dan
berwarna kecoklatan.
Namun yang membuatku kian panas dingin
adalah adegan lanjutan yang dilakukannya setelah ia mulai mengguyur air
dan menyabuni tubuhnya. Sebab setelah hampir sekujur tubuhnya dibaluri
busa sabun mandi, ia cukup lama memainkan kedua tangannya di kedua
susu-susunya. Meremas-remas dan sesekali memilin puting-putingnya.
Sepertinya ia tengah berusaha membangkitkan dan memuasi birahinya oleh
dirinya sendiri. Lalu, dengan satu tangan yang masih menggerayang dan
meremas di buah dadanya, satu tangannya yang lain menelusur ke
selangkangannya dan berhenti di kemaluannya yang membukit. Kemaluan yang
hanya sedikit ditumbuhi bulu rambut itu, berkali-kali diusap-usapnya
dan akhirnya salah satu jarinya menerobos ke celahnya. Ah, ia juga
mengeluar-masukkan jarinya ke liang kenikmatannya. Bahkan seperti tidak
puas dengan satu jari tengah tangannya, jari telunjuknya pun ikut
dimasukannya. Hingga akhirnya kedua jarinya yang digunakan untuk
mencolok-colok vaginanya.
Aku yakin Bu Halimah melakukan semua itu
sambil membayangkan bahwa yang mencolok-colok liang kenikmatannya
adalah penis seorang laki-laki. Terbukti ia melakukan sambil merem-melek
dan mendesah. Membuktikan bahwa ia mendapatkan kenikmatan atas yang
tengah dilakukannya. Disodori pertunjukkan panas yang diperagakan ibu
kost ku, aku kian tak tahan. Kukeluarkan kemaluanku yang telah ikut
mengeras dari celana setelah membuka risleting. Kuremas-remas sendiri
penisku sambil membayangkan menyetubuhinya yang tengah bermasturbrasi.
Akhirnya, ketika tubuhnya terlihat
mengejang, karena menahan birahi yang tak terbendung dan seiring dengan
datangnya puncak kenikmatan yang didambakan, aku pun kian kencang
meremas dan mengocok kemaluanku sambil terus memelototi tingkah
polahnya. Dan tubuhku ikut mengejang dan melemas ketika dari ujung
penisku memuntahkan mani yang menyembur cukup banyak. Dia tampak kaget
dan mencoba mencari sesuatu di dinding kamar mandi yang berbatasan
dengan kamarku. Mungkin ia sempat mendengar erangan lirih suaraku yang
tak sadar sempat kukeluarkan saat mendapatkan orgasme. Namun karena aku
segera menjauh dari dinding, ia tak sempat memergokiku. Tetapi,… ah..
entahlah.
Hanya sejak saat itu aku sering mencari
kesempatan untuk mengintipnya saat ia mandi. Bahkan juga mengintip ke
kamarnya saat ia tidur. Kamar Dia memang bersebelahan dengan kamarku.
Rupanya, untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, selama ini wanita itu
mendapatkannya dari bermasturbrasi. Hingga aku sering memergoki ia
melakukannya di kamarnya. Dan seperti Dia, setiap aku mendapatkan
kesempatan untuk melihat ketelanjangannya, selalu aku melanjutkan dengan
mengocok sendiri kemaluanku. Tentu saja sambil membayangkan menyetubuhi
ibu kost ku itu. Sampai akhirnya, mengintip ibu kost ku merupakan acara
rutin di setiap kesempatan seiring dengan gairah birahiku yang kian
menggelegak.
Sampai suatu malam, setelah sekitar enam
bulan tinggal di rumahnya, aku bermaksud keluar kamar untuk menonton
televisi di ruang tamu. Maklum sejak sore aku terus berkutat dengan
diktat dan buku-buku untuk tugas pembuatan paper salah satu mata kuliah.
Namun yang kutemukan di ruang tamu membuatku sangat terpana. Televisi
17 inchi yang ada memang masih menyala dan tengah menyiarkan satu acara
infotainment dan disetel dengan volume cukup keras. Namun satu-satunya
penonton yang ada, yakni Dia, tampak tertidur pulas. Ia tidur dengan
menyelonjorkan kaki di sofa, sementara daster yang dikenakannya
tersingkap cukup lebar hingga kedua kaki sampai ke pahanya nampak
menyembul terbuka. Biasanya aku akan membangunkan dan megingatkannya
untuk tidur di kamarnya bila memergoki ibu kost ku tertidur di ruang
tamu. Tetapi itu tidak kulakukan, sayang kalau pemandangan yang
menggairahkan sampai terlewatkan.
Ketika aku mendekat, tubuh wanita itu
menggeliat dan posisi kakinya kian terbuka hingga mengundangku untuk
melihatnya lebih mendekat. Berjongkok di antara kedua kakinya. Kini
bukan hanya paha mulusnya yang dapat kunikmati. Aku juga dapat melihat
organ miliknya yang paling rahasia karena ia tidak mengenakan celana
dalam. Bibir luar kemaluannya terlihat coklat kehitaman dan nampak
berkerut. Pertanda kemaluannya sering diterobos alat kejantanan pria.
Sementara di celahnya, di bagian atas, tampak kelentitnya yang sebesar
biji jagung terlihat mencuat. Melihat ketelanjangan tubuh ibu kost ku
sebenarnya telah cukup sering kulakukan saat mengintip. Namun melihatnya
dari jarak yang cukup dekat baru kali itu kulakukan. Degup jantungku
jadi terpacu, sementara penisku langsung menegang. Aku nyaris
mengulurkan tanganku untuk mengusap vaginanya untuk merasakan lembutnya
bulu-bulu halus yang tumbuh di sana atau merasakan hangatnya celah
lubang kenikmatan itu.
Tetapi takut resiko yang harus
kutanggung bila ia terbangun dan tidak menyukai ulahku, aku urungkan
niatku tersebut. Dan tak tahan terpanggang oleh gairah yang memuncak,
kuputuskan untuk kembali ke kamar. Untuk beronani, meredakan ketegangan
yang meninggi. Di dalam kamar, kulepaskan seluruh pakaian yang
kukenakan. Lalu tiduran telanjang diatas ranjang setelah sebelumnya
menarik kain selimut untuk menutupi tubuh. Seperti itulah biasanya aku
beronani sambil membayangkan keindahan tubuh dan menyetubuhi ibu kost
ku.
Hanya, baru saja aku mulai mengelus
burungku yang tegak berdiri tiba-tiba kudengar pintu kamarku yang tak
sempat terkunci dibuka dan seseorang terlihat menerobos masuk ke dalam.
“Hayo, lagi ngocok yah,” suara Dia mengagetkanku. Ternyata yang membuka
pintu dan masuk kekamarku adalah ibu kost ku. “Ti,… tidak,” jawabku dan
secara reflek segera kutarik selimut untuk menutupi tubuhku. “Jangan
bohong Tris. Ibu tahu kok kamu sering mengintip ibu saat mandi atau
dikamar. Juga tadi kamu melihati milik ibu saat tidur di sofa kan?”
katanya lirih seperti berbisik.
Ditelanjangi sedemikian rupa aku jadi
malu dan menjadi tegang. Takut kepada kemarahan Dia atas semua ulah yang
tidak pantas kulakukan. Penisku yang tadi tegak menantang kini
mengkerut, seiring dengan kehadiran wanita itu di kamarku dan oleh
pernyataanya yang telah menelanjangiku. Aku membungkam tak dapat bisa
bicara. “Sebenarnya ibu nggak apa-apa kok, Tris. Malah, eee.. ibu bangga
ada anak muda yang mengagumi bentuk tubuh ibu yang sudah tua begini.
Kalau mau, sekarang kamu boleh melihat semuanya milik ibu dari dekat dan
kamu boleh melakukan apa saja. Asal kamu bisa menjaga rahasia
serapat-rapatnya,” ujarnya.
Aku masih belum tahu arah pembicaraan
ibu kost ku hingga hanya diam membisu. Tetapi, Dia telah melepas daster
yang dikenakannya. Dan dengan telanjang bulat, setelah sebelumnya
mengunci pintu kamar, ia menghampiriku yang masih terbaring di ranjang.
Duduk di tepi ranjang di sebelahku. Tak urung gairahku kembali terpacu
kendati hanya menatapi ketelanjangan tubuh wanita yang lebih pantas
menjadi ibuku itu. “Ayo Tris, jangan cuma melihati begitu. Tadi kamu
sebenarnya ingin memegang punya aku kan? Ayo lakukan semua yang ingin
dilakukan padaku,” suaranya terdengar berat ketika mengucapkan itu.
Mungkin ia telah bernafsu dan ingin
disentuh. Melihat aku tidak bereaksi, aku kostku akhirnya mengambil
insiatif. Tangannya menjulur, menarik selimut yang menutupi tubuh
telanjangku. Batang penisku yang tegak mengacung diraihnya dan
diremasnya dengan gemas. Selanjutnya mengelus-elusnya perlahan hingga
aku menjadi kelabakan oleh sentuhan-sentuhan lembut tangannya di
selangkanganku. Dan sambil melakukan itu Dia mulai membaringkan tubuhnya
di sisiku dalam posisi berhadapan denganku.
Maka buah dadanya yang berukuran besar
dan seperti buah pepaya menggantung berada tepat di dekat wajahku. Aku
tetap tidak bereaksi kendati payudaranya seperti sengaja disorongkan ke
wajahku. Namun ketika ia mulai mengocok penisku dan menimbulkan
kenikmatan tak terkira, keberanianku mulai terbangkitkan. Payudaranya
mulai kujadikan sasaran sentuhan dan remasan tanganku. Buah dadanya
sudah tidak kencang memang, tetapi karena ukurannya yang tergolong besar
masih membuatku bernafsu untuk meremas-remasnya. Puas meremas-remas,
aku mulai menjilati pentilnya secara bergantian dan dilanjutkan dengan
mengulumnya dengan mulutku.
Rupanya tindakanku itu membuat gairah
Dia menjadi naik. Ia mulai mengerang dan kian mengaktifkan
sentuhan-sentuhannya di di alat kelaminku.
“Ya Tris, begitu. Ah,.. ah enak. Uh,..
uh..terus terus sedot saja. Ya,.. ya. sshh…ssh.. akhhh”. Dengan mulut
masih mengenyoti susu Dia secara bergantian kiri dan kanan, tanganku
mulai menyelusur ke bawah. Ke perutnya, lalu turun ke pusarnya dan
akhirnya kutemukan busungan membukit di selangkangannya. Kemaluan yang
hanya sedikit di tumbuhi rambut itu terasa hangat ketika aku mulai
mengusapnya. Rupanya itu merupakan wilayah yang sangat peka bagi seorang
wanita. Maka ketika aku mulai mengusap dan meremas-remas gemas, Dia
mulai menggelinjang. Kakinya dibukanya lebar-lebar memberi keleluasaan
padaku untuk melakukan segala yang yang kuiinginkan. Terlebih ketika
jari telunjukku mulai menerobos ke celahnya. Lubang vaginanya ternyata
tak cuma hangat.
Tetapi telah basah oleh cairan yang aku
yakin bukan oleh air kencingnya. Aku jadi makin bernafsu untuk
mencolok-coloknya. Tidak hanya satu jari yang masuk tetapi jari
tengahkupun ikut bicara. Ikut menerobos masuk ke lubang kenikmatan aku
kostku. Mengocok dan terus mengocoknya hingga lubang vaginanya kian
becek akibat banyaknya cairan yang keluar. Ia juga
menggelinjang-gelinjang sambil terus mendesah. “Ah,.. ah.. ah aku tidak
kuat lagi Tris. Ayo sekarang kamu naik ke tubuh aku,” bisiknya akhirnya.
Rupanya ia sudah tidak tahan akibat
kemaluannya terus diterobos oleh dua jariku. Maka tubuhku ditarik dan
menindihnya. Dasar belum punya pengalaman sedikitpun dengan wanita.
Kendati telah menindihnya, penisku tak kunjung dapat menerobos lubang
kenikmatan aku kostku. Untung Dia cukup telaten. Dibimbingnya penisku
dan diarahkannya tepat di lubang vaginanya.
“Sudah, dorong masuk tetapi pelan-pelan.
Soalnya aku sudah lama melakukan seperti ini,” bisiknya di telingaku.
Bleessss! Sekali sentak amblas penisku masuk ke lubang kenikmatan aku
kostku. Aku memang tidak mengindahkan permintaannya yang memintaku untuk
memasukannya perlahan. Mungkin karena tidak berpengalaman dan sudah
terlanjur naik ke ubun-ubun gairah yang kurasakan. Hingga ia sempat
vaginaik saat penisku menancap di lubang vaginanya. “Auuu, ..ah.ah..
pe..pelan-pelan Tris, shhh….ssh ..ah..ah,”
“Ma,… ma.. maaf bu,” “Iya,.iya. Be,.. besar sekali punya kamu ya Tris,”
“Punyamu juga besar dan enak,” kataku sambil terus meremasi kedua payudaranya.
“Ma,… ma.. maaf bu,” “Iya,.iya. Be,.. besar sekali punya kamu ya Tris,”
“Punyamu juga besar dan enak,” kataku sambil terus meremasi kedua payudaranya.
Namun baru beberapa saat aku mulai
memaju mundurkan penisku ke lubang vaginanya, desah nafasnya kian keras
kudengar. Tubuhnya terus menggelinjang dan mulai menggoyang-goyangkan
pantatnya. Akibatnya baru beberapa menit permainan berlangsung aku sudah
tak tahan. Betapa tidak, penisku yang berada di liang vaginanya terasa
dijepit oleh dinding-dinding kemaluannya. Bahkan terasa seperti disedot
dan diremas-remas.
“Aduh,.. ah.. aku tidak tahan.
Ah,..ah…ah..aaaaaahhh,” Aku terkapar di atas tubuhnya setelah
menyemprotkan cukup banyak air mani di liang sanggamanya. Indah dan
melayang tinggi perasaanku saat segalanya terjadi. Dan cukup lama aku
menindihnya yang memelukku erat setelah pengalaman persetubuhan
pertamaku itu. “Maaf bu cepat sekali punya saya keluar. Jadinya cuma
ngotorin” “Tidak apa-apa Tris. Kamu baru kali ini ya melakukannya? Nanti
juga bisa tahan lebih lama” katanya setelah aku terbaring di sisinya
sambil menenangkan gemuruh di dadaku yang mulai mereda.
Dan dengan lembut dia membersihkan air
mani yang berleleran di penisku dan vaginanya dengan daster yang tadi
dikenakannya. “Sebentar aku bikin kopi dulu ya, biar kamu semangat
lagi,” Dia keluar dari kamarku sambil membawa dasternya yang telah
kotor. Rupanya ia menyempatkan ke kamar mandi, karena kudengar ia
menyiram dan membasuh tubuhnya. Cukup lama ia melakukan itu di kamar
mandi. Baru ia kembali ke kamarku dengan membawa segelas besar kopi
panas kesukaanku yang dibuatnya.
Ia mengenakan kain panjang yang
dililitkan sebatas dadanya. Namun satu-satunya pembungkus tubuhnya itu
langsung dilepaskannya setelah menaruh gelas kopi dan mengunci kembali
pintu kamarku. “Kopinya saya minum dulu ya bu,” “Oh ya, ya. Silahkan
diminum nanti keburu dingin,” Menyeruput beberapa tegukan kopi panas
buatannya membuatku kembali bergairah. Aku menyempatkan diri mencuci
rudalku di kamar mandi. Kendati tadi sudah dibersihkan olehnya, tetapi
rasanya kurang bersih dan agak kaku. Mungkin karena sperma yang
mengering.
Ketika aku kembali ke kamar, Dia
langsung menggenggam penisku yang masih layu. Mungkin ia sudah ingin
gairahnya tertuntaskan dan bermaksud membangkitkan kejantananku dengan
mengelus dan meremas-remasnya. Tetapi dengan halus kutepis tangannya.
“Aku telentang saja,..,” kataku.
Dia naik atas ranjang dan aku segera
menyusulnya. Ia yang telah tiduran dengan posisi mengangkang, kudekati
bagian bawah tubuhnya tepat di antara kedua pahanya. Ah, liang
sanggamanya sudah banyak kerutan terutama di bagian bibir kemaluannya.
Warnanya coklat kehitaman. Bahkan ada bagian dagingnya yang menggelambir
keluar. Ia mencoba menutupi kemaluannya dengan tangannya. Mungkin ia
malu bagian paling rahasia miliknya dipelototi begitu. Tetapi segera
kusingkirkan tangannya. Dan ketika tanganku mulai melakukan sentuhan di
sana, ia mandah saja. Bahkan saat telunjuk jari tanganku mulai
mencoloknya, ia mendesah. Tak puas hanya memasukkan satu jari, jari
tengahku menyusul masuk mencoloknya. Dan aku mulai mengkorek-koreknya
dengan mengeluar-masukkan kedua jariku itu. Akibatnya ia menggelinjang
dan mendesah.
Kedua jariku semakin basah oleh cairan
vaginanya. Baunya sangat khas, entah mirip bau apa, sulit kucarikan
padanannya. Hanya yang pasti, bau vaginanya tidak membuatku jijik.
Hidungku semakin kudekatkan untuk lebih membauinya. Tetapi ketika
lidahku mulai kugunakan untuk menyapu bagian luar bibir vaginanya ia
memberontak. “Hiiii, jangan Tris, ah,.. ah.. jorok ah. Kamu nggak jijik?
Shhh,… akhhh… shhh,….shhhh,” Ia mencoba menolakkan kepalaku menjauhkan
mulutku dari lubang nikmatnya. Aku tetap nekad, mulut dan lidahku tambah
liar menggeremusi dengan gemas liang sanggamanya itu.
Hingga ia kian menggelepar dan
menggelinjang. Mulutnya mendesis seperti orang kepedasan. Mulut dan
lidahku yang meliar ke bagian dalam vaginanya menimbulkan sensasi
tersendiri. Berkali-kali ia mengangkat pantatnya dan membuat lidah dan
mulutku semakin menekan dan menekan ke kedalamannya. Ludahku yang
bercampur dengan cairan vaginanya menjadikan lubang nikmatnya terasa
sangat basah. Tetapi, ketika lidahku mulai melakukan sapuan ke lubang
duburnya dengan cara mengangkat sedikit pantatnya, ia kembali berontak.
“Apa-apaan ini, hiii,.. jangan ah kotor. Uhhh… ahhh… shhh.. shh,”
Aku sering melihat film BF, saat wanita
dijilati lubang anusnya, ia tambah menggelinjang dan merintih. Berarti
lubang dubur sangat peka oleh sentuhan. Dan memang terbukti, Dia tambah
merintih dan mengerang. Hanya baru beberapa saat sapuan kulakukan,
tubuhnya telah mengejang. Kedua pahanya menjepit kencang kepalaku
disusul dengan mengejutnya dubur dan lubang vaginanya. “Ohhh, aku sudah
enak Tris. Kamu sih menjilat-jilat di situ. Kamu sudah sering ya
melakukan dengan wanita,” “Tidak bu,” “Kok kamu tahu yang seperti itu,”
“Saya hanya ikut-ikutan adegan film BF” Ujarku. ” Bapaknya Titi
(panggilan Nastiti, anaknya) sih jangankan menjilat dubur. Menjilati
vagina aku saja tidak pernah,” katanya.
Kubiarkan ia sesaat meredakan nafasnya
yang memburu. Lalu aku mulai menindih tubuhnya ketika ia menyatakan siap
untuk melakukan permainan berikutnya. penisku mulai naik-turun
keluar-masuk dari liang sanggamanya. Bunyinya sangat khas dan membuatku
tambah bergairah. Sementara tanganku tak henti-hentinya meremasi
susu-susunya. Pentil susunya yang besar dan mengeras kusedot-sedot
dengan mulutku.
Itu membuatnya keenakan dan kembali
mendesah. Ia tak mau kalah. Pinggulnya mulai digoyang. Pantat besarnya
dijadikan landasan untuk menggoyang. Jadilah benda bulat panjang milikku
yang berada di dalamnya mulai merasakan nikmat oleh gesekan dinding
vaginanya. Goyangan pinggul dan naik-turunnya tubuhku di bagian bawah
sepertinya seirama. Terasa syuur, dan ah, nikmat. Tak lupa, sesekali
bibirnya kucium. Ia membalasnya lebih hangat. Lidahku disedotnya nikmat.
Jadilah kami bak sepasang kekasih yang tengah meluahkan gairah. Saling
berpacu dan saling memberi kenikmatan.
Aku tak peduli lagi bahwa yang tengah
kusetubuhi adalah ibu kost ku. Wanita yang jauh lebih tua usianya dan
selama ini kuhormati karena penampilannya yang selalu nampak santun. Tak
kusangka ia menyimpan bara yang siap melelehkan. Liang nikmat Dia mulai
berdenyut-denyut kembali. Mungkin ia akan kembali orgasme seperti yang
juga tengah kurasakan. Goyangan pinggulnya semakin kencang tetapi tidak
teratur. Maka sodokan penisku ke lubang nikmatnya semakin garang.
Menghujam dan kian menghujam seolah hendak membelah bagian bawah
tubuhnya.
Puncaknya, ketika Dia mulai merintih dan
kian mendesah, tanganku mulai menyelinap ke pinggulnya dan menyelusup
ke pantatnya. Di sana aku meremas dan mencari celah agar dapat menyentuh
duburnya. Dan setelah terpegang, jari telunjukku mencolek-colek lubang
anusnya. Akibatnya matanya seperti membelalak dan hanya menampakkan
warna putihnya. Dirangsang di dua lubangnya sekaligus membuatnya seperti
cacing kepanasan. Maka ketika tubuhnya semakin mengejang, dan tubuhku
dipeluknya erat. Jari telunjukku kupaksa masuk ke lubang duburnya.
Sedang penisku kubenamkan sekuatnya di vaginanya.
Jadilah pertahanan wanita itu ambrol,
vaginanya kian berdenyut dan menjepit sementara erangannya semakin
kencang dan bahkan vaginaik. Sedang dari rudalku, menyembur
sebanyak-sebanyaknya sperma ke lubang nikmatnya. Karena banyaknya sperma
yang mengguyur, kurasakan ada yang meleleh keluar dari mulut
kemaluannya yang masih terterobos oleh penisku. “Ah, aku puas sekali
Tris. Baru kali ini aku merasakan yang seperti ini,” katanya.
Kami masih terkapar di ranjang. Ada rasa
ngilu dan tulang-tulangku seperti dilolosi. Tetapi sangat nikmat. Ada
tiga ronde permainan yang kulakukan malam itu. Dia mengaku sangat
kecapaian ketika aku memintanya kembali. Menjelang subuh, ia pamit untuk
kembali ke kamarnya. “Kalau kamu suka, aku siap melakukannya setiap
waktu. Tetapi tolong jaga erat-erat rahasia kita ini,” ujarnya berpesan.
Aku mengangguk setuju. Bahkan sebelum keluar dari kamarku ia kuhadiahi
ciuman panjang. Pantat besarnya kuremas-remas gemas dan nyaris punyaku
bangkit kembali.
“Sudah ah, besok malam bisa kita sambung
lagi. Kamu Tris, besok harus kuliah kan,” katanya. Bergegas ia
menyelinap keluar dari kamarku. Takut dengan gairahnya yang kembali
terpancing. Perselingkuhanku dengannya terus berlangsung. Di setiap
kesempatan, kalau tidak aku yang mengajaknya, ia yang mengambil
insiatif. Bahkan di siang hari, kalau aku lagi ngebet, sengaja bolos
dari kampus. Mampir ke warungnya dan memberi kode, lalu ia akan pulang
menyempatkan melayaniku di kamarku atau di kamarnya. Ia memang tergolong
wanita panas yang terpicu hasrat seksualnya.
Seperti siang itu, karena hanya ada satu
mata kuliah, aku pulang agak siang dari kampus. Aku langsung ke warung
untuk makan siang dan bermaksud memberi kode pada ibu kost ku. Tetapi ia
tidak di sana. ” Ibu baru saja pulang, mungkin untuk istirahat,” kata
Yu Narsih, pembantunya yang ada menunggu warung melayani pembeli. Jarak
antara warung dengan rumah memang dekat tak lebih dari 50 meter. Maka
setelah menyantap makan siangku, aku langsung ngabur ke rumah. Dia tidak
sedang tidur seperti yang kusangka. Ia sedang melipati pakaian yang
telah diambilnya dari jemuran duduk di ruang tengah. Maka dasar sudah
horny, kudekati ia dan kupeluk dari belakang.
“Kuliahnya bebas Tris,” katanya. “Cuma satu mata kuliah kok,” jawabku.
Ia berkeringat, mungkin karena kesibukannya melayani pembeli sejak pagi. Baunya khas, bau wanita dewasa. Tetapi tidak mengurangi gairahku untuk memesrainya. Ia mulai menggelinjang ketika tanganku menyelusup ke balik dasternya dan mencari gundukan buah dadanya. Kuremas-remas susunya dan kupilin putingnya.
Ia berkeringat, mungkin karena kesibukannya melayani pembeli sejak pagi. Baunya khas, bau wanita dewasa. Tetapi tidak mengurangi gairahku untuk memesrainya. Ia mulai menggelinjang ketika tanganku menyelusup ke balik dasternya dan mencari gundukan buah dadanya. Kuremas-remas susunya dan kupilin putingnya.
Aku jadi gemas karena ia tak bereaksi.
Tetapi melanjutkan pekerjaanya memberesi pakaian-pakaian yang telah
dicucinya. Maka sambil menciumi lehernya, tanganku terus merayap dan
merayap sampai kutemukan vaginanya yang masih tertutup CD. Baru ketika
hendak kutarik CD nya ia berontak.
“Kamu pengin Tris?,” “Iya. Habis
vaginanya enak sih,” kataku. Celana dalamnya berhasil kulepaskan tanpa
membuka dasternya. Sebenarnya ia mengajakku untuk main di kamarnya.
Tetapi kutolak, aku ingin ia melayaniku di sofa. Apalagi Nastiti tengah
camping di sekolahnya sejak dua hari lalu. Jadi aku tidak perlu takut
ketahuan anak gadisnya itu. Dan lagi aku cuma butuh pelepasan hajat
secara singkat karena harus menyelesaikan makalah yang harus jadi besok
pagi. Kalau main di kamar, pasti akan memakan waktu lama karena Dia
pasti tak mau cuma kusetubuhi sebentar.
Jadilah setelah sebentar menjilati
vaginanya dan meremasi susunya, hanya dengan menyingkap dasternya aku
mulai menyetubuhinya. Dengan posisi duduk di sofa ia kangkangkan kakinya
hingga memudahkanku memasukkan penis ke liang nikmatnya. Kugenjot pelan
lalu mulai cepat, karena nafsuku memang sudah naik ke ubun-ubun.
Namun pada saat aku memuncratkan sperma
ke lubang vaginanya, samar-samar kulihat seseorang melihati perbuatan
kami. Ia adalah Yu Narsih, pembantu aku. Kulihat ia mengintip dari balik
gorden di pintu dekat kamar mandi. Rupanya ia masuk dari pintu belakang
rumah yang memang tidak terkunci. Aku langsung berdiri dan melangkah ke
arah dapur. “Dasar anak muda, kalau lagi ada mau nggak sabaran,”
katanya tersenyum melihat tingkahku. Dibersihkannya sperma yang
berleleran di sekitar kemaluannya dengan daster yang dikenakannya. Ia
tidak tahu bahwa sebenarnya aku tengah mencoba mengejar Yu Narsih yang
langsung menyelinap keluar setelah perbuatanku dengan ibu kost ku. Aku
jadi panik, takut Yu Narsih akan menceritakan peristiwa yang dilihatnya
kepada para tetangga. Kuputuskan untuk tidak menceritakan padanya ihwal
Yu Narsih. Biarlah akan kucoba meredamnya, pikirku.
Selepas sore kutemui Yu Narsih di
rumahnya. Jarak rumah Yu Narsih hanya sekitar 500 meter. Terpencil di
tepi sawah. Aku memang sering main ke rumahnya dan kenal baik dengan
suaminya, Kang Sarjo yang berprofesi sebagai tukang becak. Wanita
berusia sekitar 35 tahun dan berkulit agak gelap itu, cukup kaget ketika
aku datang. “Kang Sarjo mana Yu?” “Oh, baru saja berangkat narik. Ada
perlu dengan dia?” Plong, lega rasa hatiku. Aku memang ragu, takut
permasalahan yang ingin kusampaikan ke Yu Narsih di dengar suaminya. Aku
dipersilahkannya duduk di balai, satu-satunya perabotan yang ada di
ruang tamu rumah berdinding pagar itu. Yu Narsih pun duduk
menyebelahiku. “Tidak. Aku malah perlu sama Yu Narsih kok,” kataku.
Dengan pelan kusampaikan maksud
kedatanganku. Aku meminta Yu Narsih tidak menceritakan apa yang
dilihatnya siang tadi kepada orang-orang. Kasihan ibu kost ku akan jadi
bahan gunjingan orang. Dan sejauh ini Dia tidak tahu kalau Yu Narsih
sebenarnya telah memergoki perbuatan itu hingga aku memintanya pula
untuk tidak menegur ibu kost ku.
Ia cuma terdiam membisu sampai aku
menyelesaikan semua yang ingin kusampaikan. “Ah, saya ndak apa-apa kok
Mas Tris. Saya malah yang minta maaf, tadi nyelonong masuk,” ujarnya.
“Tetapi saya tidak enak sama Yu Narsih. Yu Narsih jangan cerita sama
siapa-siapa ya,” kataku lebih menegaskan. Seperti menghiba saat aku
menyampaikan itu. “Iya mas. Masak saya menjelek-jelekkan Mas Tris dan
ibu sih,”
Mendengar kesungguhan dan ketulusannya
itu aku merasakan beban berat yang tadi menindihku berkurang. Akupun
langsung pamit pulang. Sejak itu aku dengan tenang dapat memuasi ibu
kost ku. Aku tinggal di rumah ibu kost ku sampai lulus kuliah dan telah
memperoleh pekerjaan. Bahkan, saat ini saya tengah dalam persiapan
perkawinan dengan Nastiti, putri tunggal ibu kost ku, entah apa jadinya
nanti,….
Apakah Dia akan tetap meminta layananku bila aku telah menjadi menantunya ?
Posted By : www.tugupoker.net
No comments:
Post a Comment