Bandar Casino Terpercaya - Cerita Sex Janda Tiga Anak Rasa Perawan - Awal cerita setelah perkenalan pagi itu aku dan Melda sering berhubungan
lewat sms ataupun telpon. Kami banyak mengobrol tentang kehidupan kami
masing-masing. Sampai akhirnya Melda membuka cerita kalau ternyata dia
memilki suami yang jauh lebih tua darinya dan dari penikahan itu
dikaruniai 3 orang anak yang masih juga kecil-kecil.
Bandar Casino Online - Melda juga bercerita kalau kebutuhan Sex nya bulan-bulan ini tidak
pernah menyampai klimaks karena suaminya yang sudah tak sanggup lagi
memuaskannya. Akupun dengan tidak sengaja, langsung nyeplos untuk
menawarkan diri, agar bisa memuaskan Melda, sebelum dijawab akupun sudah
meminta maaf terlebih dahulu aku takut tawarkanku tadi menyinggung
perasaannya.
Tapi diluar akal pikiranku, melda menjawab lain, dia tidak marah tapi
malah dia menantangku, apakah aku sanggup memuaskannya sampai berapa
ronde. Dengan semangat aku langsung menjawab “kita buktikan saja, aku
duluan yang lemas, apa kamu dulu, kalau kamu yang lemas duluan apa
konsekuensinya” tanyaku. “Aku akan selalu siap melayani kamu kapan saja
yang kamu mau” jawab Melda. Gila banget wanita ini pikirku, dan dengan
sangat semangat aku membalasnya “Okeee, tunggu tanggal mainnya saja,
kita buktikan”.
Maaf saking semangatnya aku bercerita aku lupa
memperkenalkan diri, Namaku Ajik. Setelah percakapan lewat telpon malam
itu akhirnya kita berjanjian untuk bertemu. Dan akhirnya kita bertemu
disalah satu hotel mewah, awalnya kita bertemu di restoran bawah dihotel
tersebut selanjutnya setelah makan dan mengobrol akhirnya Kita masuk
lift menuju kamar dan di dalam lift sempat terjadi kita saling berciuman
karena lift yang kosong. kita memutuskan untuk langsung masuk kamar
hotel yang sudah melda pesan.
sesampainya di kamar hotel kulepas
sepatu dan menghempaskan badan di kasur yang empuk. Kulihat si melda tak
tampak, ia di kamar mandi. Kupandangi langit-langit kamar, dadaku
berdetak lebih kencang, pikiranku melayang jauh tak karuan. Senang,
takut (kalau-kalau ada yang lihat) terus berganti. Tiba-tiba terdengar
suara tanda kamar mandi dibuka. Melda keluar, sudah tanpa blaser dan
sepatunya. Kini tampak di hadapanku pemandangan yang menggetarkan
jiwaku. Hanya memakai baju putih tipis tanpa lengan. Tampak jelas di
dalamnya BH hitam yang tak mampu menampung isinya, sehingga dua gundukan
besar dan kenyal itu membentuk lipatan di tengahnya. Aku hanya bisa
memandangi, menarik nafas serta menelan ludah.
Mungkin ia tahu
kalau aku terpesona dengan gunung gemburnya. Ia lalu mendekat ke
ranjang, meletakkan kedua tangannya ke kasur, mendekatkan mukanya ke
mukaku, “Mas..” katanya tanpa melanjutkan kata-katanya, ia merebahkan
badan di bantal yang sudah kusiapkan. Aku yang sudah menahan nafsu sejak
tadi, langsung mendekatkan bibirku ke bibirnya. Kami larut dalam
lumat-lumatan bibir dan lidah tanpa henti. Kadang berguling, sehingga
posisi kami bergantian atas-bawah. Kudekap erat dan kuelus punggungnya
terasa halus dan harum. Posisi ini kami hentikan atas inisiatifku,
karena aku tidak terbiasa ciuman lama seperti ini tanpa dilepas
sekalipun. Tampak ia nafsu sekali. Aku melepas bajuku, takut kusut atau
terkena lipstik. Kini aku hanya memakai Celana Dalam. Ia tampak bengong
memandangi Celana Dalamku yang menonjol. “Lepas aja bajumu, nanti
kusut,” kataku. “Malu ah..” katanya. “Kan nggak ada yang lihat. Cuma
kita berdua,” kataku sambil meraih kancing paling atas di punggungnya.
Dia menutup dada dengan kedua tangannya tapi membiarkan aku membuka
semua kancing. Kulempar bajunya ke atas meja di dekat ranjang. Kini
tinggal BH dan celana panjang yang dia kenakan. Karena malu, akhirnya
dia mendekapku erat-erat. Dadaku terasa penuh dan empuk oleh susunya,
nafsuku naik lagi satu tingkat, “burung”-ku tambah mengencang.
Cerita
Sex Janda Tiga Anak Rasa Perawan – Dalam posisi begini, aku cium dan
jilati leher dan bagian kuping yang tepat di depan bibirku. “Ach.. uh..”
hanya itu yang keluar dari mulutnya. Mulai terangsang, pikirku. Setelah
puas dengan leher dan kuping kanannya, kepalanya kuangkat dan
kupindahkan ke dada kiriku. Kuulangi gerakan jilat leher dan pangkal
kuping kirinya, persis yang kulakukan tadi. Kini erangannya semakin
sering dan keras. “Mas.. Mas.. geli Mas, enak Mas..” Sambil membelai
rambutnya yang sebahu dan harum, kuteruskan elusanku ke bawah ke tali BH
hingga ke pantatnya yang bahenol naik-turun.
Selanjutnya
gerilyaku pindah ke leher depan. Kupandangi lipatan dua gunung yang
menggumpal di dadanya. Sengaja aku belum melepas BH karena aku sangat
menikmati wanita yang ber-BH hitam, apalagi susunya besar dan keras
seperti ini. Jilatanku kini sampai di lipatan susu itu dan lidahku
menguas-nguas di situ sambil sesekali aku gigit lembut. Kudengar ia
terus melenguh keenakan. Kini tanganku meraih tali BH, saatnya kulepas,
ia mengeluh, “Mas.. jangan, aku malu, soalnya susuku kegedean,” sambil
kedua tangannya menahan BH yang talinya sudah kelepas. “Coba aku lihat
sayang..” Kataku memindahkan kedua tangannya sehingga BH jatuh dan
mataku terpana melihat susu yang kencang dan besar. “Mah.. susumu bagus
sekali, aku sukaa banget,” pujiku sambil mengelus susu besar menantang
itu. Putingnya hitam-kemerahan, sudah keras.
Kini aku bisa
memainkan gunung kembar sesukaku. Kujilat, kupilin putingnya, kugigit,
lalu kugesek-gesek dengan kumisku, melda kelojotan, merem melek, “Uh..
uh.. ahh..” Setelah puas di daerah dada, kini tanganku kuturunkan di
daerah selangkangan, sementara mulut masih agresif di sana. Kuusap
perlahan dari dengkul lalu naik. Kuulangani beberapa kali, Melda terus
mengaduh sambil membuka tutup pahanya. Kadang menjepit tangan nakalku.
Semua ini kulakukan tahap demi tahap dengan perlahan. Pertimbanganku,
aku akan kasih servis yang tidak terburu-buru, benar-benar kunikmati
dengan tujuan agar Melda punya kesan berbeda dengan yang pernah
dialaminya. Kuplorotkan celananya. Melda sudah telanjang bulat, kedua
pahanya dirapatkan. Ekspresi spontan karena malu.
Kupikir dia sama
saja denganku, pengalaman pertama dengan orang lain. Aku semakin
bernafsu. Berarti di hadapanku bukan perempuan nakal apalagi
profesional. Kini jari tengahku mulai mengelus perlahan, turun-naik di
bibir vaginanya. Perlahan dan mengambang. Kurasakan di sana sudah mulai
basah meski belum becek sekali. Ketika jari tengahku mulai masuk, melda
mengaduh, “Mas.. Mas.. geli.. enak.. terus..!” Kuraih tangannya ke arah
selangkanganku (ini kulakukan karena dia agak pasif. Mungkin terbiasa
dengan suami hanya melakukan apa yang diperintahkan saja). “Mas.. keras
amat.. Gede amat?” katanya dengan nada manja setelah meraba burungku.
“Mas.. Melda udah nggak tahan nikh, masukin ya..?” pintanya setengah
memaksa, karena kini batangku sudah dalam genggamannya dan dia
menariknya ke arah vagina. Aku bangkit berdiri dengan dengkul di kasur,
sementara Melda sudah dalam posisi siap tembak, terlentang dan
mengangkang. Kupandangi susunya keras tegak menantang.
Ketika
kurapatkan “senjataku” ke vaginanya, reflek tangan kirinya menangkap dan
kedua kakinya diangkat. “Mas.. pelan-pelan ya..” Sambil memejamkan
mata, dibimbingnya burungku masuk ke sarang kenikmatan yang baru saja
dikenal. Meski sudah basah, tidak juga langsung bisa amblas masuk.
Terasa sempit. Perlahan kumasukkan ujungnya, lalu kutarik lagi. Ini
kuulangi hingga empat kali baru bisa masuk ujungnya. “Sret.. sret..”
Melda mengaduh, “Uh.. pelan Mas.. sakit..” Kutarik mundur sedikit lagi,
kumasukkan lebih dalam, akhirnya.. “Bles.. bles..” barangku masuk semua.
Melda langsung mendekapku erat-erat sambil berbisik, “Mas.. enak, Mas
enak.. enak sekali.. kamu sekarang suamiku..” Begitu berulang-ulang
sambil menggoyangkan pinggul, tanpa kumengerti apa maksud kata “suami”.
Melda
tiba-tiba badannya mengejang, kulihat matanya putih, “Aduuh.. Mas..
aku.. enak.. keluaar..” tangannya mencengkram rambutku. Aku hentikan
sementara tarik-tusukku dan kurasakan pijatan otot vaginanya mengurut
ujung burungku, sementara kuperhatikan Melda merasakan hal yang sama,
bahkan tampak seperti orang menggigil. Setelah nafasnya tampak tenang,
kucabut burungku dari vaginanya, kuambil celana dalamnya yang ada di
sisi ranjang, kulap burungku, juga bibir vaginanya. Lantas kutancapkan
lagi. Kembali kuulangi kenikmatan tusuk-tarik, kadang aku agak
meninggikan posisiku sehingga burungku menggesek-gesek dinding atas
vaginanya. Gesekan seperti ini membuat sensasi tersendiri buat melda,
mungkin senggamanya selama ini tak menyentuh bagian ini. Setiap kali
gerakan ini kulakukan, dia langsung teriak, “Enak.. terus, enak terus..
terus..” begitu sambil tangannya mencengkeram bantal dan memejamkan
mata. “Aduuhm Mas.. Melda keluar lagi niikh..” teriaknya yang kusambut
dengan mempercepat kocokanku.
Tampak dia sangat puas dan aku
merasa perkasa. Memang begitu adanya. Karena kalau di rumah, dengan
istri aku tidak seperkasa ini, padahal aku tidak pakai obat atau jamu
kuat. Kurasakan ada sesuatu yang luar biasa. Kulirik jam tanganku,
hampir satu jam aku lakukan adegan ranjang ini. Akhirnya aku putuskan
untuk terus mempercepat kocokanku agar ronde satu ini segera berakhir.
Tekan, tarik, posisi pantatku kadang naik kadang turun dengan tujuan
agar semua dinding vaginanya tersentung barangku yang masih keras.
Kepala penisku terasa senut-senut.
“Melda.. aku mau keluar nikh..” kataku.
“He.. eeh.. terus.. Mas, aduuh.. gila.. Melda juga.. Mas.. terus.. terus..”
“Crot.. crot..” maniku menyemprot beberapa kali, terasa penuh vaginanya
dengan maniku dan cairannya. Kami akhiri ronde pertama ini dengan
klimaks bareng dan kenikmatan yang belum pernah kurasakan. Satu untukku
dan tiga untuk Melda.
Setelah bersih-bersih badan, istirahat
sebentar, minum kopi, dan makan makanan ringan sambil ngobrol tentang
keluarganya lebih jauh. Melda semakin manja dan tampak lebih rileks.
Merebahkan kepalanya di pundakku, dan tentu saja gunung kembarnya
menyentuh badanku dan tangannya mengusap-usap pahaku akhirnya burungku
bangun lagi. Kesempatan ini dipergunakan dengan Melda. Dia menurunkan
kepalanya, dari dadaku, perut, dan akhirnya burungku yang sudah tegang
dijilatinya dengan rakus. “Enak Mas.. asin gimana gitu. Aku baru sekali
ini ngrasain begini,” katanya terus terang. Tampak jelas ia sangat
bernafsu, karena nafasnya sudah tidak beraturan. “Ah..” lenguhnya sambil
melepas isapannya. Lalu menegakkan badan, berdiri dengan dengkul
sebagai tumpuan. Tiba-tiba kepalaku yang sedang menyandar di sisi
ranjang direbahkan hingga melitang, lalu Melda mengangkangiku.
Posisi
menjadi dia persis di atas badanku. Aku terlentang dan dia jongkok di
atas perutku. Burungku tegak berdiri tepat di bawah selangkangannya.
Dengan memejamkan mata, “Mas.. Melda gak tahaan..” Digenggamnya burungku
dengan tangan kirinya, lalu dia menurunkan pantatnya. Kini ujung
kemaluanku sudah menyentuh bibir vaginanya. Perlahan dan akhirnya masuk.
Dengan posisi ini kurasakan, benar-benar kurasakan kalau barang Melda
masih sempit. Vagina terasa penuh dan terasa gesekan dindingnya. Mungkin
karena lendir vaginanya tidak terlalu banyak, aku makin menikmati ronde
kedua ini. “Aduuh.. Mas, enak sekali Mas. Aku nggak pernah sepuas ini.
Aduuh.. kita suami istri kan?” lalu.. “Aduuh.. Melda enak Mas.. mau
keluar nikh.. aduuh..” katanya sambil meraih tanganku diarahkan ke
susunya. Kuelus, lalu kuremas dan kuremas lagi semakin cepat mengikuti,
gerakan naik turun pantatnya yang semakin cepat pula menuju orgasme.
Akhirnya
Melda menjerit lagi pertanda klimaks telah dicapai. Dengan posisi aku
di bawah, aku lebih santai, jadi tidak terpancing untuk cepat klimaks.
Sedangkan Melda sebaliknya, dia leluasa menggerakkan pantat sesuai
keinginannya. Adegan aku di bawah ini berlangsung kurang lebih 30 menit.
Dan dalam waktu itu Melda sempat klimaks dua kali. Sebagai penutup,
setelah klimaks dua kali dan tampak kelelahan dengan keringat sekujur
tubuhnya, lalu aku rebahkan dia dengan mencopot burungku. Setelah kami
masing-masing melap “barang”, kumasukkan senjataku ke liang
kenikmatannya. Posisinya aku berdiri di samping ranjang. Pantatnya
persis di bibir ranjang dan kedua kakinya di pundakku. Aku sudah siap
memulai acara penutupan ronde kedua. Kumulai dengan memasukkan burungku
secara perlahan. “Uuh..” hanya itu suara yang kudengar.
Kumaju-mundurkan, cabut-tekan, burungku. Makin lama makin cepat, lalu
perlahan lagi sambil aku ambil nafas, lalu cepat lagi. Begitu
naik-turun, diikuti suara Melda, “Hgh.. hgh.. ” seirama dengan
pompaanku.
Setiap kali aku tekan mulutnya berbunyi, “Uhgh..” Lama-lama kepala batanganku terasa berdenyut.
“Mah.. aku mau keluar nikh..”
“Yah.. pompa lagi.. cepat lagi.. Melda juga Mas.. Kita bareng ya.. ya.. terus..” Dan akhirnya jeritan..
“Aaauh..” menandai klimaksnya, dan kubalas dengan genjotan penutup yang
lebih kuat merapat di bibir vagina, “Crot.. crott..” Aku rebah di atas
badannya. Adegan ronde ketiga ini kuulangi sekali lagi. Persis seperti
ronde kedua tadi.
Setelah persetebuhan ini kami selalu berjanjian
untuk bertemu untuk memuaskan nafsu Sex birahi kami, yang menurutku
melda ini wanita yang sangat buas untuk urusan seks. Sampai pada
akhirnya lama kami melakukan persetubuhan, Melda hamil dan yang
dikandungnya itu sebagian besar adalah hasil hubungan sex. Tapi aku
nyaman-nyaman saja karena melda masih mempunyai suami, jadi aku tidak
bertanggung jawab dan melda pun juga tidak memintaku untuk tanggung
jawab, malah dalam posisi hamil melda masih sering mengajakku bertemu
hanya untuk sekedar melampiaskan nafsu seksnya.
Untuk Melihat Video Selengkapnya Klik Dibawah Ini :
Posted By : www.nusacash.co
No comments:
Post a Comment