Agen Casino Terbaik - Tanteku ANI Hot Montok Ngajak ML - Sejak setelah menikah, ibu tinggal di rumah kecil kami beberapa bulan
sambil menunggu bangunan rumah baru mereka selesai. Lagi-lagi, rumah
baru mereka tidak jauh dari bengkel ayah. Ayah menolak tinggal di rumah
tante Tina karena alasan pribadi ayah.
Agen Casino Terpercaya - Setelah banyak process yang dilakukan antara ayah dan ibu, akhirnya
bengkel tempat ayah bekerja, kini menjadi milik ayah dan ibu sepenuhnya.
Ayah
pernah memohon kepada ibu agar dia ingin tetap dapat bekerja di
bengkel, dan terang saja bengkel itu langsung ibu putuskan untuk dibeli
saja. Maklum ibu adalah ‘business-minded person’. Aku semakin sayang
dengan ibu, karena pada akhirnya cita-cita ayah untuk memiliki bengkel
sendiri terkabulkan. Kini bengkel ayah makin besar setelah ibu ikut
berperan besar di sana. Banyak renovasi yang mereka lakukan yang membuat
bengkel ayah tampak lebih menarik.
Pelanggan ayah makin
bertambah, dan kali ini banyak dari kalangan orang-orang kaya. Ayah
tidak memecat pegawai-pegawai lama di sana, malah menaikkan gaji mereka
dan memperlakukan mereka seperti saat dia diperlakukan oleh pemilik
bengkel yang lama.
Kehidupan dan gaya hidupku & ayah
benar-benar berubah 180 derajat. Kini ayah sering melancong ke luar
negeri bersama ibu, dan aku sering ditinggal di rumah sendiri dengan
pembantu. Alasan aku ditinggal mereka karena aku masih harus sekolah.
Ibu
sering mengundang teman-teman lamanya bermain di rumah. Salah satu
temannya bernama tante Ani. Tante Ani saat itu hanya 15 tahun lebih tua
dariku. Semestinya dia pantas aku panggil kakak daripada tante, karena
wajahnya yang masih terlihat seperti orang berumur 20 tahunan. Tanti Ani
adalah pelanggan tetap salon kecantikan ibu, dan kemudian menjadi teman
baik ibu.
Wajah tante Ani tergolong cantik dengan kulitnya yang
putih bersih. Dadanya tidak begitu besar, tapi pinggulnya indah bukan
main. Maklum anak orang kaya yang suka tandang ke salon kecantikan.
Tante Ani sering main ke rumah dan kadang kala ngobrol atau gossip
dengan ibu berjam-jam. Tidak jarang tante Ani keluar bersama kami
sekeluarga untuk nonton bioskop, window shopping atau ngafe di mall.
Aku
pernah sempat bertanya tentang kehidupan pribadi tante Ani. Ibu
bercerita bahwa tante Ani itu bukanlah janda cerai atau janda apalah.
Tapi tante Ani sempat ingin menikah, tapi ternyata pihak dari laki-laki
memutuskan untuk mengakhiri pernikahan itu. Alasan-nya tidak dijelaskan
oleh ibu, karena mungkin aku masih terlalu muda untuk mengerti hal-hal
seperti ini.
Pada suatu hari ayah dan ibu lagi-lagi cabut dari
rumah. Tapi kali ini mereka tidak ke luar negeri, tapi hanya melancong
ke kota Bandung saja selama akhir pekan. Lagi-lagi hanya aku dan
pembantu saja yang tinggal di rumah. Saat itu aku ingin sekali kabur
dari rumah, dan menginap di rumah teman. Tiba-tiba bel rumah berbunyi
dan waktu itu masih jam 5:30 sore di hari Sabtu. Ayah dan ibu baru 1/2
jam yang lalu berangkat ke Bandung. Aku pikir mereka kembali ke rumah
mengambil barang yang ketinggalan.
Sewaktu pintu rumah dibuka oleh
pembantu, suara tante Ani menyapanya. Aku hanya duduk bermalas-malasan
di sofa ruang tamu sambil nonton acara TV. Tiba-tiba aku disapanya.
“Bernas kok ngga ikut papa mama ke Bandung?” tanya tante Ani.
“Kalo ke Bandung sih Bernas malas, tante. Kalo ke Singapore Bernas mau ikut.” jawabku santai.
“Yah kapan-kapan aja ikut tante ke Singapore. Tante ada apartment di sana” tungkas tante Ani.
Aku pun hanya menjawab apa adanya “Ok deh. Ntar kita pigi rame-rame aja.
Tante ada perlu apa dengan mama? Nyusul aja ke Bandung kalo penting.”.
“Kagak ada sih. Tante cuman pengen ajak mamamu makan aja. Yah sekarang
tante bakalan makan sendirian nih. Bernas mau ngga temenin tante?”.
“Emang tante mau makan di mana?”
“Tante sih mikir Pizza Hut.”
“Males ah ogut kalo Pizza Hut.”
“Trus Bernas maunya pengen makan apa?”
“Makan di Muara Karang aja tante. Di sono kan banyak pilihan, ntar kita pilih aja yang kita mau.”
“Oke deh. Mau cabut jam berapa?”
“Entaran aja tante. Bernas masih belon laper. Jam 7 aja berangkat. Tante duduk aja dulu.”
Kami
berdua nonton bersebelahan di sofa yang empuk. Sore itu tante Ani
mengenakan baju yang lumayan sexy. Dia memakai rok ketat sampai 10 cm di
atas lutut, dan atasannya memakai baju berwarna orange muda tanpa
lengan dengan bagian dada atas terbuka (kira-kira antara 12 sampai 15cm
kebawah dari pangkal lehernya). Kaki tante Ani putih mulus, tanpa ada
bulu kaki 1 helai pun. Mungkin karena dia rajin bersalon ria di salon
ibu, paling tidak seminggu 2 kali. Bagian dada atasnya juga putih mulus.
Kami nonton TV dengan acara/channel seadanya saja sambil menunggu
sampai jam 7 malam. Kami juga kadang-kadang ngobrol santai, kebanyakan
tante Ani suka bertanya tentang kehidupan sekolahku sampai menanyakan
tentang kehidupan cintaku di sekolah. Aku mengatakan kepada tante Ani
bahwa aku saat itu masih belum mau terikat dengan masalah percintaan
jaman SMA. Kalo naksir sih ada, cuma aku tidak sampai mengganggap
terlalu serius.
Semakin lama kami berbincang-bincang, tubuh tante
Ani semakin mendekat ke arahku. Bau parfum Chanel yg dia pakai mulai
tercium jelas di hidungku. Tapi aku tidak mempunyai pikiran apa-apa saat
itu.
Tiba-tiba tante Ani berkata, “Bernas, kamu suka dikitik-kitik ngga kupingnya?”.
“Huh? Mana enak?” tanyaku.
“Mau tante kitik kuping Bernas?” tante Ani menawarkan/
“Hmmm…boleh aja. Mau pake cuttonbud?” tanyaku sekali lagi.
“Ga usah, pake bulu kemucing itu aja” tundas tante Ani.
“Idih jorok nih tante. Itu kan kotor. Abis buat bersih-bersih ama mbak.” jawabku spontan.
“Alahh sok bersihan kamu Bernas. Kan cuman ambil 1 helai bulunya aja.
Lagian kamu masih belum mandi kan? Jorok mana hayo!” tangkas tante Ani.
“Percaya tante deh, kamu pasti demen. Sini baring kepalanya di paha tante.” lanjutnya.
Seperti
sapi dicucuk hidungnya, aku menurut saja dengan tingkah polah tante
Ani. Ternyata memang benar adanya, telinga ‘dikitik-kitik’ dengan bulu
kemucing benar-benar enak tiada tara. Baru kali itu aku merasakan
enaknya, serasa nyaman dan pengen tidur aja jadinya. Dan memang benar,
aku jadi tertidur sampe sampai jam sudah menunjukkan pukul 7 lewat.
Suara lembut membisikkan telingaku.
“Bernas, bangun yuk. Tante dah laper nih.” kata tante.
“Erghhhmmm … jam berapa sekarang tante.” tanyaku dengan mata yang masih setengah terbuka.
“Udah jam 7 lewat Bernas. Ayo bangun, tante dah laper. Kamu dari tadi
asyik tidur tinggalin tante. Kalo dah enak jadi lupa orang kamu yah.”
kata tante sambil mengelus lembut rambutku.
“Masih ngantuk nih tante … makan di rumah aja yah? Suruh mbak masak atau beli mie ayam di dekat sini.”
“Ahhh ogah, tante pengen jalan-jalan juga kok. Bosen dari tadi bengong di sini.”
“Oke oke, kasih Bernas lima menit lagi deh tante.” mintaku.
“Kagak boleh. Tante dah laper banget, mau pingsan dah.”
Sambil
malas-malasan aku bangun dari sofa. Kulihat tante Ani sedang membenarkan
posisi roknya kembali. Alamak gaya tidurku kok jelek sekali sih
sampe-sampe rok tante Ani tersingkap tinggi banget. Berarti dari tadi
aku tertidur di atas paha mulus tante Ani, begitulah aku berpikir. Ada
rasa senang juga di dalam hati.
Setelah mencuci muka, ganti
pakaian, kita berdua berpamitan kepada pembantu rumah kalau kita akan
makan keluar. Aku berpesan kepada pembantu agar jangan menunggu aku
pulang, karena aku yakin kita pasti bakal lama. Jadi aku membawa kunci
rumah, untuk berjaga-jaga apabila pembantu rumah sudah tertidur.
“Nih kamu yang setir mobil tante dong.”
“Ogah ah, Bernas cuman mau setir Baby Benz tante. Kalo yang ini males
ah.” candaku. Waktu itu tante Ani membawa sedan Honda, bukan
Mercedes-nya.
“Belagu banget kamu. Kalo ngga mau setir ini, bawa itu Benz-nya mama.” balas tante Ani.
“No way … bisa digantung ogut ama papa mama.” jawabku.
“Iya udah kalo gitu setir ini dong.” jawab tante Ani sambil tertawa kemenangan.
Mobil
melaju menyusuri jalan-jalan kota Jakarta. Tante Ani seperti bebek
saja, ngga pernah stop ngomong and gossipin teman-temannya. Aku jenuh
banget yang mendengar. Dari yang cerita pacar teman-temannya lah, sampe
ke mantan tunangannya. Sesampai di daerah Muara Karang, aku memutuskan
untuk makan bakmi bebeknya yang tersohor di sana. Untung tante Ani tidak
protes dengan pilihan saya, mungkin karena sudah terlalu lapar dia.
Setelah
makan, kita mampir ke tempat main bowling. Abis main bowling tante Ani
mengajakku mampir ke rumahnya. Tante Ani tinggal sendiri di apartemen di
kawasan Taman Anggrek. Dia memutuskan untuk tinggal sendiri karena
alasan pribadi juga. Ayah dan ibu tante Ani sendiri tinggal di Bogor.
Saat itu aku tidak tau apa pekerjaan sehari-hari tante Ani, yang tante
Ani tidak pernah merasa kekurangan materi.
Apartemen tante Ani
lumayan bagus dengan tata interior yang classic. Di sana tidak ada
siapa-siapa yang tinggal di sana selain tante Ani. Jadi aku bisa maklum
apabila tante Ani sering keluar rumah. Pasti jenuh apabila tinggal
sendiri di apartemen.
“Anggap rumah sendiri Bernas. Jangan malu-malu. Kalau mau minum ambil aja sendiri yah.”
“Kalo begitu, Bernas mau yang ini.” sambil menunjuk botol Hennessy V.S.O.P yang masih disegel.
“Kagak boleh, masih dibawah umur kamu.” cegah tante Ani.
“Tapi Bernas dah umur 17 tahun. Mestinya ngga masalah” jawabku dengan bermaksud membela diri.
“Kalo kamu memaksa yah udah. Tapi jangan buka yang baru, tante punya yang sudah dibuka botolnya.”.
Tiba-tiba
suara tante Ani menghilang dibalik master bedroomnya. Aku menganalisa
ruangan sekitarnya. Banyak lukisan-lukisan dari dalam dan luar negeri
terpampang di dinding. Lukisan dalam negerinya banyak yang bergambarkan
wajah-wajah cantik gadis-gadis Bali. Lukisan yang berbobot tinggi, dan
aku yakin pasti bukan barang yang murahan.
“Itu tante beli dari seniman lokal waktu tante ke Bali tahun lalu” kata tante Ani memecahkan suasana hening sebelumnya.
“Bagus tante. High taste banget. Pasti mahal yah?!” jawabku kagum.
“Ngga juga sih. Tapi tante tidak pernah menawar harga dengan seniman
itu, karena seni itu mahal. Kalo tante tidak cocok dengan harga yang dia
tawarkan, tante pergi saja.”
Aku masih menyibukkan diri mengamati
lukisan-lukisan yang ada, dan tante Ani tidak bosan menjelaskan arti
dari lukisan-lukisan tersebut. Tante Ani ternyata memiliki kecintaan
tinggi terhadap seni lukis.
“Ok deh. Kalo begitu Bernas mau pamit pulang dulu tante. Dah hampir jam 11 malam. Tante istirahat aja dulu yah.” kataku.
“Ehmmm … tinggal dulu aja di sini. Tante juga masih belum ngantuk. Temenin tante bentar yah.” mintanya sedikit memohon.
Aku
juga merasa kasihan dengan keadaan tante Ani yang tinggal sendiri di
apartemen itu. Jadi aku memutuskan untuk tinggal 1 atau 2 jam lagi,
sampai nanti tante Ani sudah ingin tidur.
“Kita main UNO yuk?!” ajak tante Ani.
“Apa itu UNO?!” tanyaku penasaran.
“Walah kamu ngga pernah main UNO yah?” tanya tante Ani. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala.
“Wah kamu kampung boy banget sih.” canda tante Ani. Aku hanya memasang tampak cemburut canda.
Tante
Ani masuk ke kamarnya lagi untuk membawa kartu UNO, dan kemudian masuk
ke dapur untuk mempersiapkan hidangan bersama minuman. Tante Ani membawa
kacang mente asin, segelas wine merah, dan 1 gelas Hennessy V.S.O.P on
rock (pake es batu). Setelah mengajari aku cara bermain UNO, kamipun
mulai bermain-main santai sambil makan kacang mente. Hennesy yang aku
teguk benar-benar keras, dan baru 2 atau 3 teguk badanku terasa panas
sekali. Aku biasanya hanya dikasih 1 sisip saja oleh ayah, tapi ini skrg
aku minum sendirian.
Kepalaku terasa berat, dan mukaku panas.
Melihat kejadian ini, tante Ani menjadi tertawa, dan mengatakan bahwa
aku bukan bakat peminum. Terang aja, ini baru pertama kalinya aku minum 1
gelas Hennessy sendirian.
“Tante, anterin Bernas pulang yah. Kepala ogut rada berat.”
“Kalo gitu stop minum dulu, biar ngga tambah pusing.” jawab tante Ani.
Aku
merasa tante Ani berusaha mencegahku untuk pulang ke rumah. Tapi
lagi-lagi, aku seperti sapi dicucuk hidung-nya, apa yang tante Ani
minta, aku selalu menyetujuinya. Melihat tingkahku yang suka menurut,
tante Ani mulai terlihat lebih berani lagi. Dia mengajakku main kartu
biasa saja, karena bermain UNO kurang seru kalau hanya berdua. Paling
tepat untuk bermain UNO itu berempat.
Tapi permainan kartu ini
menjadi lebih seru lagi. Tante mengajak bermain blackjack, siapa yang
kalah harus menuruti permintaan pemenang. Tapi kemudian tante Ani ralat
menjadi ‘Truth & Dare’ game. Permainan kami menjadi seru dan terus
terang aja tante Ani sangat menikmati permainan ‘Truth & Dare’, dan
dia sportif apabila dia kalah. Pertama-tama bila aku menang dia selalu
meminta hukuman dengan ‘Truth’ punishment, lama-lama aku menjadi semakin
berani menanyakan yang bukan-bukan. Sebaliknya dengan tante Ani, dia
lebih suka memaksa aku untuk memilih ‘Dare’ agar dia bisa lebih leluasa
mengerjaiku. Dari yang disuruh pushup 1 tangan, menari balerina, menelan
es batu seukuran bakso, dan lain-lain. Mungkin juga tidak ada pointnya
buat tante Ani menanyakan the ‘Truth’ tentang diriku, karena kehidupanku
terlihat lurus-lurus saja menurutnya.
Ini adalah juga kesempatan
untuk menggali the ‘Truth’ tentang kehidupan pribadinya. Aku pun juga
heran kenapa aku menjadi tertarik untuk mencari tahu kehidupannya yang
sangat pribadi. Mula-mula aku bertanya tentang mantan tunangannya,
kenapa sampai batal pernikahannya. Sampai pertanyaan yang menjurus ke
seks seperti misalnya kapan pertama kali dia kehilangan keperawanan.
Semuanya tanpa ragu-ragu tante Ani jawab semua pertanyaan-pertanyaan
pribadi yang aku lontarkan.
Kini permainan kami semakin wild dan
berani. Tante Ani mengusulkan untuk mengkombinasikan ‘Truth & Dare’
dengan ‘Strip Poker’. Aku pun semakin bergairah dan menyetujui saja usul
tante Ani.
“Yee, tante menang lagi. Ayo lepas satu yang menempel di badan kamu.” kata tante Ani dengan senyum kemenangan.
“Jangan gembira dulu tante, nanti giliran tante yang kalah. Jangan
nangis loh yah kalo kalah.” jawabku sambil melepas kaus kakiku.
Selang
beberapa lama … “Nahhh, kalah lagi … kalah lagi … lepas lagi … lepas
lagi.”. Tante Ani kelihatan gembira sekali. Kemudian aku melepas kalung
emas pemberian ibu yang aku kenakan.
“Ha ha ha … two pairs, punya tante one pair. Yes yes … tante kalah sekarang. Ayo lepas lepas …” candaku sambil tertawa gembira.
“Jangan gembira dulu. Tante lepas anting tante.” jawab tante sambil melepas anting-anting yang dikenakannya.
Aku makin bernapsu untuk bermain. Mungkin bernapsu untuk melihat tante Ani bugil juga. Aku pengen sekali menang terus.
“Full house … yeahhh … kalah lagi tante. Ayo lepas … ayo lepas …”. Aku kini menari-nari gembira.
Terlihat tante Ani melepas jepit rambut merahnya, dan aku segera saja protes “Loh, curang kok lepas yang itu?”.
“Loh, kan peraturannya lepas semuanya yang menempel di tubuh. Jepit
tante kan nempel di rambut dan rambut tante melekat di kepala. Jadi
masih dianggap menempel dong.” jawabnya membela.
Aku rada gondok mendengar pembelaan tante Ani. Tapi itu menjadikan darahku bergejolak lebih deras lagi.
“Straight
… Bernas … One Pair … Yes tante menang. Ayo lepas! Jangan malu-malu!”
seru tante Ani girang. Aku pun segera melepas jaket aku yang kenakan.
Untung aku selalu memakai jaket tipis biar keluar malam. Lihatlah
pembalasanku, kataku dalam hati.
“Bernas Three kind … tante … one
pair … ahhh … lagi-lagi tante kalah” sindirku sambil tersenyum. Dan
tanpa diberi aba-aba dan tanpa malu-malu, tante melepas baju atasannya.
Aku serentak menelan ludah, karena baju atasan tante telah terlepas dan
kini yang terlihat hanya BH putih tante. Belahan payudara-nya terlihat
jelas, putih bersih. Bernas junior dengan serentak langsung menegang,
dan kedua mataku terpaku di daerah belahan dadanya.
“Hey, lihat kartu dong. Jangan liat di sini.” canda tante sambil menunjuk belahan dadanya. Aku kaget sambil tersenyum malu.
“Yes
Full House, kali ini tante menang. Ayo buka … buka”. Tampak tante Ani
girang banget bisa dia menang. Kali ini aku lepas atasanku, dan kini aku
terlanjang dada.
“Ck ck ck … pemain basket nih. Badan kekar dan hebat. Coba buktikan kalo hokinya juga hebat.” sindir tante Ani sambil tersenyum.
Setelah menegak habis wine yang ada di gelasnya, tante Ani kemudian
beranjak dari tempat duduknya menuju ke dapur dengan keadaan dada
setengah terlanjang. Tak lama kemudian tante Ani membawa sebotol wine
merah yang masih 3/4 penuh dan sebotol V.S.O.P yang masih 1/2 penuh.
“Mari kita bergembira malam ini. Minum sepuas-puasnya.” ucap tante Ani.
Kami saling ber-tos ria dan kemudian melanjutkan kembali permainan strip poker kami.
“Yesss … ” seruku dengan girangnya pertanda aku menang lagi.
Tanpa disuruh, tante Ani melepas rok mininya dan aduhaiii, kali ini
tante Ani hanya terliat mengenakan BH dan celana dalam saja. Malam itu
dia mengenakan celana dalam yang kecil imut berwarna pink cerah. Tidak
tampak ada bulu-bulu pubis disekitar selangkangannya. Aku
sempat berpikir apakah tante Ani mencukur semua bulu-bulu pubisnya.
Muka
tante Ani sedikit memerah. Kulihat tante Ani sudah menegak abis gelas
winenya yang kedua. Apakah dia berniat untuk mabuk malam ini? Aku kurang
sedikit perduli dengan hal itu. Aku hanya bernafsu untuk memenangkan
permainan strip poker ini, agar aku bisa melihat tubuh terlanjang tante
Ani.
“Yes, yes, yes …” senyum kemenangan terlukis indah di wajahku.
Tante
Ani kemudian memandangkan wajahku selang beberapa saat, dan berkata
dengan nada genitnya “Sekarang Bernas tahan napas yah. Jangan sampai
seperti kesetrum listrik loh”. Kali ini tante Ani melepaskan BH-nya dan
serentak jatungku ingin copot. Benar apa kata tante Ani, aku seperti
terkena setrum listrik bertegangan tinggi. Dadaku sesak, sulit bernapas,
dan jantungku berdegup kencang. Inilah pertama kali aku melihat
payudara wanita dewasa secara jelas di depan mata. Payudara tante Ani
sungguh indah dengan putingnya yang berwarna coklat muda menantang.
“Aih
Bernas, ngapain liat susu tante terus. Tante masih belum kalah total.
Mau lanjut ngga?” tanya tante Ani. Aku hanya bisa menganggukkan kepala
pertanda ‘iya’.
“Pertama kali liat susu cewek yah? Ketahuan nih. Dasar genit kamu.”
tambah tante Ani lagi. Aku sekali lagi hanya bisa mengangguk malu.
Aku
menjadi tidak berkonsentrasi bermain, mataku sering kali melirik kedua
payudaranya dan selangkangannya. Aku penasaran sekali ada apa dibalik
celana dalam pinknya itu. Tempat di mana menurut teman-teman sekolah
adalah surga dunia para lelaki. Aku ingin sekali melihat bentuknya dan
kalo bisa memegang atau meraba-raba.
Akibat tidak berkonsentrasi
main, kali ini aku yang kalah, dan tante Ani meminta aku melepas celana
yang aku kenakan. Kini aku terlanjang dada dengan hanya mengenakan
celana dalam saja. Tante Ani hanya tersenyum-senyum saja sambil menegak
wine-nya lagi. Aku sengaja menolak tawaran tante Ani untuk menegak
V.S.O.P-nya, dengan alasan takut pusing lagi.
Karena kami berdua
hanya tinggal 1 helai saja di tubuh kami, permainan kali ini ada
finalnya. Babak penentuan apakah tante Ani akan melihat aku terlanjang
bulat atau sebaliknya. Aku berharap malam itu malaikat keberuntungan
berpihak kepadaku.
Ternyata harapanku sirna, karena ternyata
malaikat keberuntungan berpihak kepada tante Ani. Aku kecewa sekali, dan
wajah kekecewaanku terbaca jelas oleh tante Ani. Sewaktu aku akan
melepas celana dalamku dengan malu-malu, tiba-tiba tante Ani
mencegahnya.
“Tunggu Bernas. Tante ngga mau celana dalam mu dulu. Tante mau Dare
Bernas dulu. Ngga seru kalo game-nya cepat habis kayak begini” kata
tante Ani.
Setelah meneguk wine-nya lagi, tante Ani terdiam sejenak kemudian
tersenyum genit. Senyum genitnya ini lebih menantang daripada yang
sebelum-sebelumnya.
“Tante dare Bernas untuk … hmmm … cium bibir tante sekarang.” tantang tante Ani.
“Ahh, yang bener tante?” tanyaku.
“Iya bener, kenapa ngga mau? Jijik ama tante?” tanya tante Ani.
“Bukan karena itu. Tapi … Bernas belum pernah soalnya.” jawabku malu-malu.
“Iya udah, kalo gitu cium tante dong. Sekalian pelajaran pertama buat Bernas.” kata tante Ani.
Tanpa
berpikir ulang, aku mulai mendekatkan wajahku ke wajah tante Ani. Tante
Ani kemudian memejamkan matanya. Pertamanya aku hanya menempelkan
bibirku ke bibir tante Ani. Tante Ani diam sebentar, tak lama kemudian
bibirnya mulai melumat-lumat bibirku perlahan-lahan. Aku mulai merasakan
bibirku mulai basah oleh air liur tante Ani. Bau wine merah sempat
tercium di hidungku.
Aku pun tidak mau kalah, aku berusaha
menandinginya dengan membalas lumatan bibir tante Ani. Maklum ini baru
pertama, jadi aku terkesan seperti anak kecil yang sedang melumat-lumat
ice cream. Selang beberapa saat, aku kaget dengan tingkah baru tante
Ani. Tante Ani dengan serentak menjulurkan lidahnya masuk ke dalam
mulutku. Anehnya aku tidak merasa jijik sama sekali, malah senang
dibuatnya. Aku temukan lidahku dengan lidah tante Ani, dan kini lidah
kami kemudian saling berperang di dalam mulutku dan terkadang pula di
dalam mulut tante Ani.
Kami saling berciuman bibir dan lidah
kurang lebih 5 menit lamanya. Nafasku sudah tak karuan, dah kupingku
panas dibuatnya. Tante Ani seakan-akan menikmati betul ciuman ini. Nafas
tante Ani pun masih teratur, tidak ada tanda sedikitpun kalau dia
tersangsang.
“Sudah cukup dulu. Ayo kita sambung lagi pokernya” ajak tante Ani.
Aku
pun mulai mengocok kartunya, dan pikiranku masih terbayang saat kita
berciuman. Aku ingin sekali lagi mencium bibir lembutnya. Kali ini aku
menang, dan terang saja aku meminta jatah sekali lagi berciuman
dengannya. Tante Ani menurut saja dengan permintaanku ini, dan kami pun
saling berciuman lagi. Tapi kali ini hanya sekitar 2 atau 3 menit saja.
“Udah ah, jangan ciuman terus dong. Ntar Bernas bosan ama tante.” candanya.
“Masih belon bosan tante. Ternyata asyik juga yah ciuman.” jawabku.
“Kalo ciuman terus kurang asyik, kalo mau sih …” seru tante Ani kemudian
terputus. Kalimat tante Ani ini masih menggantung bagiku, seakan-akan
dia ingin mengatakan sesuatu yang menurutku sangat penting. Aku
terbayang-bayang untuk bermain ‘gila’ dengan tante Ani malam itu.
Aku
semakin berani dan menjadi sedikit tidak tau diri. Aku punya perasaan
kalo tante Ani sengaja untuk mengalah dalam bermain poker malam itu.
Terang aja aku menang lagi kali ini. Aku sudah terburu oleh napsuku
sendiri, dan aku sangat memanfaatkan situasi yang sedang berlangsung.
“Bernas menang lagi tuh. Jangan minta ciuman lagi yah. Yang lain dong …” sambut tante Ani sambil menggoda.
“Hmm … apa yah.” pikirku sejenak.
“Gini aja, Bernas pengen emut-emut susu tante Ani.” jawabku tidak tau malu.
Ternyata
wajah tante Ani tidak tampak kaget atau marah, malah balik tersenyum
kepadaku sambil berkata “Sudah tante tebak apa yang ada di dalam pikiran
kamu, Bernas.”.
“Boleh kan tante?!” tanyaku penasaran. Tante Ani hanya mengangguk pertanda setuju.
Kemudian
aku dekatkan wajahku ke payudara sebelah kanan tante Ani. Bau parfum
harum yang menempel di tubuhnya tercium jelas di hidungku. Tanpa
ragu-ragu aku mulai mengulum puting susu tante Ani dengan lembut. Kedua
telapak tanganku berpijak mantap di atas karpet ruang tamu tante Ani,
memberikan fondasi kuat agar wajahku tetap bebas menelusuri payudara
tante Ani. AKu kulum bergantian puting kanan dan puting kiri-nya.
Kuluman yang tante Ani dapatkan dariku memberikan sensasi terhadap tubuh
tante Ani. Dia tampak menikmati setiap hisapan-hisapan dan
jilatan-jilatan di puting susu-nya. Nafas tante Ani perlahan-lahan
semakin memburu, dan terdengar desahan dari mulutnya. Kini aku bisa
memastikan bahwa tante Ani saat ini sedang terangsang atau istilah
modern-nya ‘horny’.
“Bernasss … kamu nakal banget sih! … haahhh …
Tante kamu apain?” bisik tante Ani dengan nada terputus-putus. Aku tidak
mengubris kata-kata tante Ani, tapi malah semakin bersemangat memainkan
kedua puting susunya. Tante Ani tidak memberikan perlawanan sedikitpun,
malah seolah-olah seperti memberikan lampu hijau kepadaku untuk
melakukan hal-hal yang tidak senonoh terhadap dirinya.
Aku mencoba
mendorong tubuh tante Ani perlahan-lahan agar dia terbaring di atas
karpet. Ternyata tante Ani tidak menahan/menolak, bahkan tante Ani hanya
pasrah saja. Setelah tubuhnya terbaring di atas karpet, aku
menghentikan serangan gerilyaku terhadap payudara tante Ani. Aku
perlahan-lahan menciumi leher tante Ani, dan oh my, wangi betul leher
tante Ani. Tante Ani memejamkan kedua matanya, dan tidak
berhenti-hentinya mendesah. Aku jilat lembut kedua telinganya,
memberikan sensasi dan getaran yang berbeda terhadap tubuhnya. Aku tidak
mengerti mengapa malam itu aku seakan-akan tau apa yang harus aku
lakukan, padahal ini baru pertama kali seumur hidupku menghadapi suasana
seperti ini.
Kemudian aku melandaskan kembali bibirku di atas
bibir tante Ani, dan kami kembali berciuman mesra sambil berperang lidah
di dalam mulutku dan terkadang di dalam mulut tante Ani. Tanganku tidak
tinggal diam. Telapak tangan kiriku menjadi bantal untuk kepala
belakang tante Ani, sedangkan tangan kananku meremas-remas payudara kiri
tante Ani.
Tubuh tante Ani seperti cacing kepanasan. Nafasnya
terengah-engah, dan dia tidak berkonsentrasi lagi berciuman denganku.
Tanpa diberi komando, tante Ani tiba-tiba melepas celana dalamnya
sendiri. Mungkin saking ‘horny’-nya, otak tante Ani memberikan instinct
bawah sadar kepadanya untuk segera melepas celana dalamnya.
Aku
ingin sekali melihat kemaluan tante Ani saat itu, namun tante Ani
tiba-tiba menarik tangan kananku untuk mendarat di kemaluannya.
“Alamak …”, pikirku kaget. Ternyata kemaluan/memek tante Ani mulus
sekali. Ternyata semua bulu jembut tante Ani dicukur abis olehnya. Dia
menuntun jari tengahku untuk memainkan daging mungil yang menonjol di
memeknya. Para pembaca pasti tau nama daging mungil ini yang aku
maksudkan itu. Secara umum daging mungil itu dinamakan biji etil atau
biji etel atau itil saja. Aku putar-putar itil tante Ani berotasi searah
jarum jam atau berlawanan arah jarum jam. Kini memek tante Ani mulai
basah dan licin.
“Bernasss … kamu yah … aaahhhh … kok berani ama tante?” tanya tante Ani terengah-engah.
“Kan tante yang suruh tangan Bernas ke sini?” jawabku.
“Masa sihhh … tante lupa … aahhh Bernasss … Bernasss … kamu kok nakal?” tanya tante Ani lagi.
“Nakal tapi tante bakal suka kan?” candaku gemas dengan tingkah tante Ani.
“Iyaaa … nakalin tante pleasee …” suara tante Ani mulai serak-serak basah.
Aku
tetap memainkan itil tante Ani, dan ini membuatnya semakin menggeliat
hebat. Tak lama kemudian tante Ani menjerit kencang seakaan-akan terjadi
gempa bumi saja. Tubuhnya mengejang dan kuku-kuku jarinya sempat
mencakar bahuku. Untung saja tante Ani bukan tipe wanita yang suka
merawat kuku panjang, jadi cakaran tante Ani tidak sakit buatku.
“Bernasss
… tante datangggg uhhh oohhh …” erang tante Ani. Aku yang masih hijau
waktu itu kurang mengerti apa arti kata ‘datang’ waktu itu. Yang pasti
setelah mengatakan kalimat itu, tubuh tante Ani lemas dan nafasnya
terengah-engah.
Dengan tanpa di beri aba-aba, aku lepas celana
dalamku yang masih saja menempel. Aku sudah lupa sejak kapan batang
penisku tegak. Aku siap menikmati tubuh tante Ani, tapi sedikit ragu,
karena takut akan ditolak oleh tante Ani. Keragu-raguanku ini terbaca
oleh tante Ani. Dengan lembutnya tante Ani berkata, “Bernas, kalo pengen
tidurin tante, mendingan cepetan deh, sebelon gairah tante habis. Tuh
liat kontol Bernas dah tegak kayak besi. Sini tante pegang apa dah
panas.”.
Aku berusaha mengambil posisi diatas tubuh tante. Gaya
bercinta traditional. Perlahan-lahan kuarahkan batang penisku ke mulut
vagina tante Ani, dan kucoba dorong penisku perlahan-lahan. Ternyata
tidak sulit menembus pintu kenikmatan milik tante Ani. Selain mungkin
karena basahnya dinding-dinding memek tante Ani yang memuluskan jalan
masuk penisku, juga karena mungkin sudah beberapa batang penis yang
telah masuk di dalam sana.
“Uhhh … ohhh … Bernasss … ahhh …” desah tante Ani.
Aku coba mengocok-kocok memek tante Ani dengan penisku dengan
memaju-mundurkan pinggulku. Tante Ani terlihat semakin ‘horny’, dan
mendesah tak karuan.
“Bernasss … Bernasss … aduhhh Bernasss … geliiii tante … uhhh … ohhhh …” desah tante Ani.
Di saat aku sedang asyik memacu tubuh tante Ani, tiba-tiba aku
disadarkan oleh permintaan tante Ani, sehingga aku berhenti sejenak.
“Bernasss … kamu dah mau keluar belum … ” tanya tante Ani.
“Belon sih tante … mungkin beberapa saat lagi … ” jawabku serius.
“Nanti dikeluarin di luar yah, jangan di dalam. Tante mungkin lagi subur
sekarang, dan tante lupa suruh kamu pake pengaman. Lagian tante ngga
punya stock pengaman sekarang. Jadi jangan dikeluarin di dalam yah.”
pinta tante Ani.
“Beres tante.” jawabku.
“Ok deh … sekarang jangan diam … goyangin lagi dong …” canda tante Ani genit.
Tanpa
menunda banyak waktu lagi, aku lanjutkan kembali permainan kami. Aku
bisa merasakan memek tante Ani semakin basah saja, dan aku pun bisa
melihat bercak-bercak lendir putih di sekitar bulu jembutku.
Aku
mulai berkeringat di punggung belakangku. Muka dan telingaku panas.
Tante Ani pun juga sama. Suara erangan dan desahan-nya makin terdengar
panas saja di telingaku. Aku tidak menyadari bahwa aku sudah berpacu
dengan tante Ani 20 menit lama-nya. Tanda-tanda akan adanya sesuatu yang
bakalan keluar dari penisku semakin mendekat saja.
“Bernasss …
ampunnn Bernasss … kontolnya kok kayak besi aja … ngga ada lemasnya dari
tadi … tante geliii banget nihhh …” kata tante Ani.
“Tante … Bernasss dah sampai ujung nih …” kataku sambil mempercepat goyangan pinggulku.
Puting
tante Ani semakin terlihat mencuat menantang, dan kedua payudara pun
terlihat mengeras. Aku mendekatkan wajahku ke wajah tante Ani, dan bibir
kami saling berciuman. Aku julur-julurkan lidahku ke dalam mulutnya,
dan lidah kami saling berperang di dalam. Posisi bercinta kami tidak
berubah sejak tadi. Posisiku tetap di atas tubuh tante Ani.
Aku percepat kocokan penisku di dalam memek tante Ani. Tante Ani sudah menjerit-jerit dan meracau tak karuan saja.
“Bernasss
… tante datangggg … uhhh … ahhhhhh …” jerit tante Ani sambil memeluk
erat tubuhku. Ini pertanda tante Ani telah ‘orgasme’.
Aku pun juga
sama, lahar panas dari dalam penisku sudah siap akan menyembur keluar.
Aku masih ingat pesan tante Ani agar spermaku dilepas keluar dari memek
tante Ani.
“Tante … Bernassss datangggg …” jeritku panik. Kutarik
penisku dari dalam memek tante Ani, dan penisku memuncratkan spermanya
di perut tante Ani. Saking kencangnya, semburan spermaku sampai di dada
dan leher tante Ani.
“Ahhh … ahhhh … ahhhh …” suara jeritan kepuasanku.
“Idihhh … kamu kecil-kecil tapi spermanya banyak bangettt sih …” canda
tante Ani. Aku hanya tersenyum saja. Aku tidak sempat mengomentari
candaan tante Ani.
Setelah semua sperma telah tumpah keluar, aku
merebahkan tubuhku di samping tubuh tante Ani. Kepalaku masih
teriang-iang dan nafasku masih belum stabil. Mataku melihat ke
langit-langit apartment tante Ani. Aku baru saja menikmati yang namanya
surga dunia.
Tante Ani kemudian memelukku manja dengan posisi kepalanya di atas dadaku. Bau harum rambutku tercium oleh hidungku.
“Bernas puas ngga?” tanya tante Ani.
“Bukan puas lagi tante … tapi Bernas seperti baru saja masuk ke surga” jawabku.
“Emang memek tante surga yah?” canda tante Ani.
“Boleh dikata demikian.” jawabku percaya diri.
“Kalo tante puas ngga?” tanyaku penasaran.
“Hmmm … coba kamu pikir sendiri aja … yang pasti memek tante sekarang
ini masih berdenyut-denyut rasanya. Diapain emang ama Bernas?” tanya
tante Ani manja.
“Anuu … Bernas kasih si Bernas Junior … tuh tante liat jembut Bernas
banyak bercak-bercak lendir. Itu punya dari memek tante tuh. Banjir
keluar tadi.” kataku.
“Idihhh … mana mungkin …” bela tante Ani sambil mencubit penisku yang sudah mulai loyo.
“Bernas sering-sering datang ke rumah tante aja. Nanti kita main poker lagi. Mau kan?” pinta tante Ani.
“Sippp tante.” jawabku serentak girang.
Malam itu aku nginap di
rumah tante Ani. Keesokan harinya aku langsung pulang ke rumah. Aku
sempat minta jatah 1 kali lagi dengan tante Ani, namum ajakanku ditolak
halus olehnya karena alasan dia ada janji dengan teman-temannya.
Sejak
saat itu aku menjadi teman seks gelap tante Ani tanpa sepengetahuan
orang lain terutama ayah dan ibu. Tante Ani senang bercinta yang
bervariasi dan dengan lokasi yang bervariasi pula selain apartementnya
sendiri. Kadang bermain di mobilnya, di motel kilat yang hitungan
charge-nya per jam, di ruang VIP spa kecantikan ibuku (ini aku berusaha
keras untuk menyelinap agar tidak diketahui oleh para pegawai di sana).
Tante Ani sangat menyukai dan menikmati seks. Menurut tante Ani seks
dapat membuatnya merasa enak secara jasmani dan rohani, belum lagi seks
yang teratur sangatlah baik untuk kesehatan. Dia pernah menceritakan
kepadaku tentang rahasia awet muda bintang film Hollywood tersohor
bernama Elizabeth Taylor, yah jawabannya hanya singkat saja yaitu seks
dan diet yang teratur.
Tante Ani paling suka ‘bermain’ tanpa
kondom. Tapi dia pun juga tidak ingin memakai sistem pil sebagai alat
kontrasepsi karena dia sempat alergi saat pertama mencoba minum pil
kontrasepsi. Jadi di saat subur, aku diharuskan memakai kondom. Di saat
setelah selesai masa menstruasinya, ini adalah saat di mana kondom boleh
dilupakan untuk sementara dulu dan aku bisa sepuasnya berejakulasi di
dalam memeknya. Apabila di saat subur dan aku/tante Ani lupa menyetok
kondom, kita masih saja nekat bermain tanpa kondom dengan berejakulasi
di luar (meskipun ini rawan kehamilannya tinggi juga).
Hubungan
gelap ini sempat berjalan hampir 4 tahun lamanya. Aku sempat memiliki
perasaan cinta terhadap tante Ani. Maklum aku masih tergolong
remaja/pemuda yang gampang terbawa emosi. Namun tante Ani menolaknya
dengan halus karena apabila hubunganku dan tante Ani bertambah serius,
banyak pihak luar yang akan mencaci-maki atau mengutuk kami. Tante Ani
sempat menjauhkan diri setelah aku mengatakan cinta padanya sampai aku
benar-benar ‘move on’ dari-nya. Aku lumayan patah hati waktu itu (hampir
1.5 tahun), tapi aku masih memiliki akal sehat yang mengontrol perasaan
sakit hatiku. Saat itu pula aku cuti ‘bermain’ dengan tante Ani.
Saat
ini aku masih berhubungan baik dengan tante Ani. Kami kadang-kadang
menyempatkan diri untuk ‘bermain’ 2 minggu sekali atau kadang-kadang 1
bulan sekali. Tergantung dari mood kami masing-masing. Tante Ani sampai
sekarang masih single. Aku untuk sementara ini juga masih single. Aku
putus dengan pacarku sekitar 6 bulan yang lalu. Sejak putus dengan
pacarku, tante Ani sempat menjadi pelarianku, terutama pelarian seks.
Sebenarnya ini tidak benar dan kasihan tante Ani, namun tante Ani
seperti mengerti tingkah laku lelaki yang sedang patah hati pasti akan
mencari seorang pelarian. Jadi tante Ani tidak pernah merasa bahwa dia
adalah pelarianku, tapi sebagai seorang teman yang ingin membantu
meringkankan beban perasaan temannya.
Untuk Melihat Video Selengkapnya Klik Dibawah Ini :
No comments:
Post a Comment