Bandar Casino Terbaik - Pengalaman Menolong Mobil Mogok Bonus Ngentot - Namaku Shandy dan pekerjaanku adalah seorang supir dari bos pemilik
berbagai perusahaan real estate di Jakarta. Malam itu, Pak Alvin bos ku,
mengizinkan aku membawa kendaraannya pulang karena hujan yang cukup
deras dari sore dan hari sudah semakin larut. Ditambah aku memang orang
kepercayaan Pak Alvin.
Bandar Casino Terpercaya - Selesai ku antarkan Pak Alvin yang setengah mabuk karena
bersenang-senang di klub malam, ku pacu kendaraan dengan kecepatan
sedang menuju tol dari arah Pondok Indah. Waktu sudah menunjukan pukul
02:30 pagi, jalan begitu sepi karena malam dan hujan yang tak kunjung
berhenti.
“Besok Jakarta pasti banjir nih, hujan seharian gini…” gumamku dalam hati.
Sekitar
100 meter setelah melewati Pondok Indah Plaza, aku melihat sebuah sedan
menepi dengan kap mesin yang terbuka. Aku pun tanpa pikir panjang
segera berhenti di belakang mobil tersebut, berniat untuk membantu.
“Mana mungkin ada orang jahat pura-pura minta tolong jam segini ditengah
hujan deras, dengan mobil yang lebih mahal dari mobil yang ku bawa
malah…” Pikirku dalam hati.
Segera ku ambil payung di bagian
belakang mobil, dan menghampiri si pemilik mobil yang sedang berdiri
sambil memegangi payung di depan kap mobil tersebut.
“Kenapa
mobilnya, pak? Ada yang bisa saya bantu?” Tanyaku ramah sambil
mengerenyitkan dahi, cahaya yang redup dan hujan yang cukup deras,
membuatku kesulitan melihat si pemilik mobil yang sedikit tertutup
payung.
“Ini, Mas. Mogok, gak tau kenapa…” Jawabnya pelan. Aku pun
kaget karena ternyata ia seorang perempuan, dari suaranya terdengar
belum terlalu tua. Mungkin sekitar 30 tahunan.
“Oh, maaf mbak gak
liat, kirain cowok, hehehe…” Balasku untuk memecah kekakuan. “Coba
sebentar saya liat, kebetulan saya ngerti mesin kok…”
Wanita
tersebut memersilahkan aku untuk menangani mobilnya. Aku pun sibuk
memerhatikan dan mencari tahu masalah sampai mobil tersebut tidak mau
menyala.
“Kenapa tidak telepon asuransi atau tukang derek aja, mbak?” Kataku sambil tetap berfokus pada mesin mobilnya.
“Maunya
sih gitu, tapi handphone saya mati semua, Mas. Batrenya abis…” Jawabnya
memelas. Suaranya sudah parau, sepertinya ia baru saja menangis.
“Kalau
saya cek sih, gak ada masalah apa-apa, mbak. Saya bingung juga kalau
liatnya ditempat gelap dan hujan deras gini…” Jelasku singkat. “Saya
pinjamkan handphone untuk menelpon asuransi atau tukang derek saja ya,
mbak. Bagaimana?” Tawarku padanya. Ia hanya mengangguk pelan.
“Makasih ya, Mas…” Ujarnya saat ku berlalu menuju mobil untuk mengambil handphone ku.
“Ini Mbak…” Kataku sambil menyerahkan handphone bututku yang bahkan tidak memiliki kamera tersebut.
Wanita
tersebut meraih ponselku dan mengambil sepucuk kartu nama dari
dompetnya. Aku sedikit menjauhkan diri saat ia sedang menelpon setelah
aku tutup kembali kap mesinnya.
Tidak lama kemudian, “Ini mass…
Terima kasih banyak ya. Aku sudah menelpon tukang derek supaya mobilku
bisa diangkut ke bengkel…”
“Iya, mbak sama-sama. Mbak mau pulang kemana emangnya?”
“Ke
Pondok Labu, Mas…” Jawabnya singkat. Awalnya aku ingin menawarkan diri
untuk mengantarnya pulang, tapi langsung ku urungkan niat tersebut
karena yakin ia akan menolak, mungkin ia takut akan ku perkosa.
“Saya temani disini ya mbak sampai tukang dereknya datang. Daripada sendirian, kalau ada orang jahat, bisa repot…” Tawarku.
“Gak usah repot-repot, mas. Sudah dipinjamkan handphone saja sudah cukup kok.”
“Gapapa
kok, mbak. Saya juga bawa mobil, tau lah rasanya gimana kayak mbak
gini.” Balasku tenang. “Ini, ini KTP saya, kalau-kalau mbak takut saya
berbuat jahat, paling gak mbak tau identitas saya…” Ujarku sambil
menyodorkan KTP dari dalam dompetku.
Ia pun tersenyum, “Tidak perlu, mas. Saya tau kok mas orang baik dan tidak ada niat jahat.”
“Ya sudah kalau begitu saya temani ya.”
Wanita tersebut pun mengangguk.
“Mbak lebih baik duduk di dalam mobil, daripada kebasahan kena hujan gini…” Saranku padanya. “Saya temani disini saja.”
“Ya enggak dong, mas. Masa saya di mobil, mas di luar.”
“Kalau begitu, tunggu di mobil saya saja mbak. Biar saya hidupkan mesinnya, jadi ada AC dan lampunya. Bagaimana?”
Ia pun menyetujui ideku.
Kami
berdua pun masuk ke dalam mobil. Ia duduk di kursi depan, dan aku duduk
disampingnya di kursi pengemudi. Setelah lampu dalam mobil ku hidupkan,
barulah ku bisa melihat dengan jelas wanita cantik yang sedang duduk
disebelahku ini.
Tubuhnya cukup proporsional, dengan rambut hitam
panjang sepunggung, celana jeans hitam ketat dan kaos putih yang
ditutupi jaket coklat terlihat serasi dengan wajah manisnya. Hidung
mancung, kulit putih dan bibir tipisnya menambah kecantikannya, apalagi
saat ia sedang tersenyum.
“Mbak siapa namanya?” Tanyaku.
“Gisella, mas. Kalau mas?”
“Aku Shandy, mbak…”
“Gak usah pake mbak, Gisell aja mas..”
“Jangan pakai mas juga kalau gitu, Shandy saja…”
Ia pun tertawa kecil mendengar jawabanku.
“Kamu seperti habis menangis, kenapa sell?” Tanyaku.
Gisell terdiam sambil memandangi kaca depan mobil.
“Maaf kalau aku lancang, hanya bertanya…” Tambahku khawatir ia tersinggung dengan pertanyaanku barusan.
“Enggak
kok, Shan. Aku capek aja, lagi banyak masalah, pas mau pulang eh mobil
malah mogok. Bikin perasaan makin gak karuan…” Jelasnya.
“Banyak
bersabar kalau gitu, mungkin emang lagi banyak cobaannya. Siapa tau
besok malah banyak rejekinya.” Hiburku seadanya. Gisell pun sedikit
tersenyum.
Obrolan pun mengalir, tanpa diminta Gisell pun
menceritakan masalah yang sedang dihadapinya. Orang tuanya sedang dalam
proses bercerai, pacarnya pergi meninggalkannya karena ia terlalu sibuk
bekerja dan mengurus masalah ke dua orang tuanya. Gisell sendiri seorang
karyawan di perusahaan tambang yang kantornya terletak di bilangan
Pondok Indah. Lulusan universitas jurusan hukum.
Tidak terasa,
hampir satu jam kami ngobrol kesana kemari, sampai akhirnya mobil derek
datang. Gisell pun segera mengisi formulir yang diberikan, lalu masuk
kembali ke dalam mobilku.
“Terima kasih banyak ya Shan sudah membantu…” Ucapnya begitu masuk ke dalam mobilku.
“Iya sama-sama, Sell. Aku antar ke rumah ya, gimana?”
“Kamu emang pulang kemana? Jangan deh, takut ngerepotin…”
“Enggak kok, kebetulan rumah ku di Cinere. Jadi searah kan sama rumahmu?”
“Oh ya? Iya deh kalau gitu, sekali lagi makasih ya. Udah ditolongin pinjem handphone, sekarang ditolongin sampe dianterin…”
“Udah, tenang aja…” Balasku.
Hari
sudah semakin pagi, hujan sudah selesai berganti kabut tipis yang
menutupi jalan. Tidak sampai setengah jam perjalanan, kami sudah
mendekati tujuan.
“Rumah kamu dimana, Sell?” Tanyaku.
Gisell
pun menunjukan arah ke rumahnya. Aku dengan teliti menyetir, selain
karena mata yang sudah letih juga rasa kantuk yang semakin datang.
Tidak
terlalu sulit mencari rumahnya karena terletak di pinggir jalan. Rumah
besar yang mewah tersebut terlihat gelap tanpa cahaya sama sekali di
dalamnya.
“Sepi banget, kamu tinggal sendiri?”
“Iya, sudah
lama aku tinggal sendiri di sini. Orang tuaku tinggal di rumah yang di
Kelapa Gading. Itu pun gak tau masih serumah atau udah pisah…” Jawabnya
sedikit kesal.
Aku pun tidak berani untuk banyak bertanya.
Setelah
pintu gerbang yang bisa dibuka otomatis dengan remote dari dalam tas
Gisell terbuka, mobilku pun ku masukan lalu parkir di depan pintu masuk
rumahnya.
Rumah bergaya minimalis, dua lantai dengan cat berwarna
putih terlihat suram tanpa penghuni, kebun kecil di depannya pun kurang
terawat karena banyak tanaman yang mati dan layu.
“Akhirnya sampai…” Ucapku sambil menarik rem mobilku.
“Iya
nih. Shan, udah hampir pagi. Kamu gak mau tidur dulu aja di rumahku?
Besok pagi baru pulang. Daripada kenapa-kenapa di jalan karena ngantuk…”
Tanya Gisell.
“Enggak apa apa kok, udah biasa banget nyetir jam
segini, namanya juga supir hehehe…” jawabku santai. Padahal dalam hati
ingin sekali aku numpang tidur di rumahnya. Sayangnya aku merasa tidak
enak hati untuk menerima tawarannya.
Namun berbeda dengan Gisell,
ia memaksa diriku untuk menginap. “Anggap aja aku bayar utang budi
karena kamu sudah membantu aku….” Begitu kata-katanya untuk membujukku.
Aku pun luluh dan menerima tawarannya.
Gisell
memersilahkan aku masuk ke dalam rumahnya. Aku merasa canggung masuk ke
rumah wanita muda cantik yang baru ku kenal beberapa jam yang lalu di
pinggir jalan. Namun Gisell terlihat santai dengan kehadiranku.
Gisell
pun menawarkan beberapa pakaian dan celana pendek untuk ku gunakan
tidur, beberapa milik Ayahnya yang ukurannya tidak jauh berbeda
denganku. Gisell juga mengantarkanku ke kamar tamu yang bisa kugunakan
untuk beristirahat sampai matahari terbit beberapa jam lagi.
Segera
saja ku baringkan tubuhku yang aktif dari pagi kemarin. Pukul 4 pagi,
ku lihat di jam dinding yang ada di atas jendela kamar. Ku coba
memejamkan mataku.
Belum sempat terlelap, pintuku diketuk pelan.
Aku
pun bangkit dari kasur, menuju pintu dan membukanya. Gisell berdiri di
depan kamarku, mengenakan piyama tipis dengan rambut yang terikat.
“Aku gak bisa tidur…” Ucapnya manja.
“Yah,
terus gimana? Mau aku temenin dulu?” Tanyaku setengah mengantuk. Gisell
mengangguk sambil berjalan masuk ke dalam kamarku tanpa ku minta. Ya
memang ini rumahnya, namun aku semakin canggung harus bagaimana bila ia
masuk ke kamarku tanpa diminta.
Gisell pun duduk di pinggir
kasurku sambil melihatku yang berjalan mendekat. Ia pun memberikan
isyarat dengan lambaian tangan agar aku mendekat.
“Kenapa Sell?” Tanyaku yang masih berdiri di hadapannya.
“Aku mau kasih sesuatu…” Dengan cepat Gisell menarik turun celanaku. Aku kaget bukan kepalang.
Tangan Gisell langsung meraih penisku, dan memasukannya ke dalam mulut.
Rasa
kantuk ku pun hilang, ingin ku tolak perlakuan Gisell namun aku
terlanjur menikmatinya. Aku hanya bisa merintih keenakan saat lidah
Gisell menyapu batang penisku dan memaksa penisku untuk berdiri tegak.
“Ahhh Selll, kamu ini ahhhh…” Rintihku sambil meremas rambutnya. Hisapan Gisell di penisku semakin kuat.
Lahap
sekali Gisell menikmati penisku. Tidak ada sedikitpun bagian yang
terlewat dari hisapan dan jilatan lidahnya. Memberikan sensasi
kenikmatan tersendiri bagiku yang sudah lama tidak menyentuh wanita ini.
Setelah
beberapa menit, Gisell melepaskan penisku dan berdiri menghadapku.
Tanpa basa basi segera ku lumat bibir tipisnya yang sudah menggodaku
dari awal bertemu. Lidah kami saling berpagutan, dera nafas Gisell
semakin berat saat tanganku menelusup masuk ke dalam pakaiannya,
berusaha mencari dan meremas payudaranya yang lembut dan kenyal.
“Uhhh,
Shandy….” Desisnya saat ku arahkan kecupanku ke lehernya. Ku jilati
tiap senti kulitnya yang putih dan halus tersebut. Tubuhnya bergetar,
keringat
mulai keluar meski udara begitu dingin karena hujan dan pendingin
ruangan. Tangannya bergantian meremas rambut dan mencengkram punggungku.
Ku
dorong tubuh Gisell agar terbaring di kasur. Ku tarik celana panjangnya
sehingga terlihat celana dalamnya yang berwarna hitam. Kakinya begitu
jenjang dan indah, suka sekali aku menatapnya berlama-lama.
Ku
usapkan tanganku dari betis hingga ke pahanya, mengirimkan rasa geli ke
seluruh tubuhnya yang semakin menegang. Rintihan-rintihan kecil
menghidupkan kamar yang biasanya sepi tersebut.
Perlahan ku tarik
celana dalam Gisell, kali ini terpampang jelas vagina cantik dengan bulu
kemaluan yang dicukur rapih dibagian atasnya. Bibir vaginanya sudah
merekah basah, klitorisnya sedikit menyumbul keluar, tanda ia sudah
tidak sabar untuk dinikmati olehku.
Ku dekatkan kepalaku ke arah
vaginanya. Dengan kedua jari, ku buka bibir vaginanya dan ku sapu lembut
dengan lidahku. Gisell menggelinjang, tangannya menarik seprei,
rintihannya berubah menjadi teriakan menahan hasrat yang begitu
menggairahkan.
“Arrrgghhhh, Shandyyyyy! Terus Shannnn!”
Aku
pun tidak memedulikan teriakannya. Rumahnya yang besar, hujan deras yang
kembali turun, sudah pasti tidak akan ada tetangga yang mendengar
teriakan nikmat Gisell. Hal itu justru semakin meningkatkan gairahku
untuk menyetubuhinya.
Kali ini ku masukan kedua jariku, perlahan
ku mainkan lubang kenikmatan Gisell. Tentu saja ia semakin menggelinjang
dan menikmati perlakuanku. Gisell pun tidak bisa menahan lagi, ia
orgasme dan mengeluarkan cairan kenikmatan dari dalam vaginanya.
“Argghh ohhhhhhh, Shandyyy aku keluarrrrr…..” Teriaknya sambil menarik rambutku.
Ku
biarkan cairannya yang berwarna putih bening mengalir keluar dari dalam
vaginanya, lalu ku hisap dan ku jilat habis, hanya menyisakan
kenikmatan disekujur tubuh Gisell.
Aku pun bangkit dan mendekap
tubuhnya yang hangat. Gisel mengulurkan tangannya ke dalam saku
piyamanya. Ternyata Gisell menyiapkan kondom untuk pertempurannya
denganku. Tidak bisa kulihat jelas kondom berwarna hitam tersebut karena
lampu kamar yang mati, hanya diterangi temaram lampu meja berwarna
kuning.
“Sini, kupakein dulu…” Pinta Gisell, aku pun menggeser
pinggulku agar penisku mendekat ke arahnya. Gisell memasangkan kondom di
penisku, lalu ia mengubah posisi diatasku. Digenggamnya lembut penisku
yang sudah tegang dari awal hisapan mulutnya tadi, diarahkannya ke
lubang vaginanya yang masih merekah merah.
Aku hanya bisa
menyaksikan sambil berusaha membuka kancing piyama Gisell satu persatu,
lalu ku buka bra berwarna hitam yang menutupi payudaranya. Samar
terlihat putingnya berwarna pink yang menegang kencang dan membesar.
Ku
remas pelan payudaranya saat penisku merengsek masuk ke dalam vagina
Gisell. Terasa hangat, licin dan kuat menghisap penisku. Begitu penisku
masuk seluruhnya, Gisell mendiamkannya sesaat agar vaginanya terbiasa.
Penisku memang terbilang besar dan panjang, Gisell pun merintih kecil
saat mendapatkan itu di dalam vaginanya untuk pertama kali.
Selang
beberapa detik, Gisell menggerakan pinggulnya ke depan dan belakang.
Tangannya mencengkram perutku, kepalanya mengadah ke atas dengan mulut
terbuka lebar seakan udara tak mampu mengisi otaknya yang saat ini
sedang diburu nafsu birahi.
“Arrrgghhhh, enak banget sih kontol kamu, Shan. Suka bangetttt….” Desis Gisell ditengah goyangan pinggulnya.
Aku yang sibuk meremas payudaranya hanya bisa tersenyum sambil memilin kecil putingnya.
Gisell
pun merubah goyangan pinggulnya, kali ini naik turun dengan frekuensi
yang tidak terlalu cepat. Setiap hentakan yang mengantarkan penisku ke
ujung vaginanya, menambah volume suara Gisell yang sedang dirundung
nafsu.
“Arghhh, arghhhh ssssshhhhhhhh…..” Rintih Gisell.
Aku
yang puas meremas payudara Gisell, memindahkan tanganku untuk meremas
pantatnya yang kencang. Ku bantu mengangkat pantatnya agar genjotannya
semakin cepat. Gisell mengerang kencang saat mencapai puncak kenikmatan
yang kedua kalinya.
“Arrrghh, Shandyyyyyyy aku keluarrrr
Shanddddd!!!” Crot crot crot. Vagina Gisell terasa menjepit penisku
semakin kuat. Gisell ambruk diatas tubuhku. Aku pun mendekapnya dengan
penuh kelembutan.
Perlahan aku bangkit masih dengan mendekap
Gisell. Ku rubah posisi agar aku yang diatas tanpa mencabut penisku dari
dalam vaginanya.
Ku genjot lagi vagina Gisell yang hangat, dengan tanganku yang meremas payudaranya gemas.
“Aarrgggh, Shannn. Kamu kuat banget sihhh….”
“Kamu
juga kenapa enak banget sih?” balasku sambil mengusap perut dan
pinggangnya. Gisell memalingkan wajahnya ke kanan dan ke kiri.
Hampir
lima menit aku berada di posisi tersebut. Gisell mencapai klimaks untuk
yang ketiga kalinya. Sedangkan aku? Aku pun bingung kenapa penisku ini
begitu kuat menggarap vagina Gisell. Mungkin karena kemolekan tubuhnya
yang membuatku bersemangat, atau kondom yang diberikan Gisell mengandung
cairan pelumas yang membuatku bisa kuat bertahan selama ini? Aku tidak
tahu, dan tidak ingin memikirkannya, saat ini aku hanya ingin membuat
Gisell lemas tak berdaya karena nikmat yang aku berikan.
Aku
memberikan sedikit waktu untuk Gisell mengumpulkan nafas dan tenaganya
setelah orgasmenya yang ketiga tersebut. Ku perhatikan sejenak wanita
yang terbaring tanpa busana dibawah tubuhku ini. Entah mimpi apa aku
semalam bisa menikmatinya, bahkan aku belum pernah memiliki pacar
secantik Gisell. Ia sendiri wanita cantik, pintar dan kaya raya yang
selevel dengan putri bossku. Bisa dibilang, ia termasuk wanita yang
awalnya aku kira tidak akan pernah bisa aku tiduri.
Aku meminta
Gisell untuk berdiri, ku tarik tangannya perlahan, mengarahkannya ke
luar kamar. Aku menuju sofa di ruang TV rumahnya. Sofa empuk berbalut
kulit coklat dengan ukuran yang cukup besar untuk permainan liar kita
berdua.
Aku duduk dan mengisyaratkan Gisell untuk duduk di atasku.
Kali ini posisinya memunggungi diriku. Aku begitu menyukai posisi
tersebut karena bisa dengan leluasa meremas pantatnya dan menyaksikan
bagaimana penisku terlahap vaginanya dengan rakus.
Dengan tenaga
yang tersisa, Gisell menggenjot penisku sekali lagi. Tubuhnya terlihat
sangat indah saat menyatu dengan tubuhku. Ringkuhan tubuh Gisell saat
menahan kenikmatan membuatku gairahku tak kunjung padam.
“Shandyyyy, enak bangetttt. Kamu kok kuat bangettt… Ohhh ssshhhhh gak keluar keluar sshhhhhh dari tadiiii…” Racau Gisell.
Aku
pun membiarkan Gisell mempermainkan penisku di dalam vaginanya. Terasa
kedutan kencang di dalam vaginanya yang menambah kenikmatan di penisku.
“Urrghhh, Shannnn….” Desis Gisell.
Semakin
lama, penisku terasa semakin sesak karena dorongan sperma yang sudah
tidak sabar untuk keluar bebas. Ku pegangi pantat Gisell dan ku
kendalikan genjotannya agar semakin cepat.
Hisapan kuat vaginanya membuatku tak kuasa menahan lebih lama.
“Aku mau keluar, Selll….” Ucapku berbisik pelan.
Dan benar saja, beberapa detik kemudian penisku memuntahkan sperma berkali-kali. Membuatku lemas tak berdaya saat itu juga.
“Arrggghhh,
sellll!!!” Teriakku saat orgasme sambil menarik tubuhnya dan meremas
payudaranya. Rupanya Gisell pun orgasme, empat kali ia mencapai puncak,
ku yakin sudah tak berdaya lagi tubuhnya.
Gisell pun menjatuhkan
dirinya ke sampingku. Ku lihat kondom yang menancap di penisku sedikit
menggembung karena banyaknya sperma yang keluar. Dengan perlahan ku
tarik kondom agar tidak ada cairan kenikmatanku yang tumpah.
“Kamu
gila…” Bisik Gisell. Kepalanya menghadap ke jendela, matanya terpejam,
namun kata-kata tersebut tidak bisa ia tahan untuk tidak diutarakan.
“Baru
kali ini aku main selama ini, dan seenak ini. Ganti ganti gaya pula. OK
banget lah kamu…” Puji Gisell lagi. Aku hanya menoleh sebentar dan
tersenyum.
Ku angkat tubuh Gisell yang lemas tak berdaya itu ke
kamar ku lagi. Ku baringkan dan ku selimuti, lalu aku ikut berbaring di
sampingnya.
Hari sudah terang karena matahari yang terjaga dari
tidur lelapnya. Kali ini giliran kami beristirahat sambil menikmati sisa
sisa kenikmatan duniawi yang baru saja kami dapatkan bertubi-tubi. Ku
dekap tubuh Gisell, ku kecup lehernya dari belakang. akhirnya kami pun
tidur terlelap.
Untuk Melihat Video Selengkapnya Klik Dibawah Ini :
Posted By : www.nusacash.co
No comments:
Post a Comment